aden ko a

Sabtu, 05 Februari 2011

Penyebab kematian Embrio



Kematian embrio diartikan sebagai kematian fertilitas ovum dan embrio sampai dengan akhir implantasi. Kurang lebih 25-40% kasus kematian embrio dini terjadi dalam suatu peternakan. Kematian ini lebih sering terjadi pada periode awal embrio daripada periode akhir. Kematian embrio dini dianggap sebagai proses eliminasi genotip yang tidak sehat/baik pada setiap generasi atau adanya kebuntingan ganda pada sapi dan domba.
Setelah terjadi proses pembuahan yang terjadi pada bagian ampula dari tuba falopii, individu baru yang terbantuk disebut zigot. Zigot setelah membelah (cleavage) disebut embrio. Embrio dalam perkembangannya akan berpindah menuju rongga uterus disusul dengan proses implantasi, yaitu upaya embrio untuk mengadakan hubungan langsung dengan dinding uterus sehingga terjadi hubungan yang erat antara embrio dengan dinding uterus induknya.


PENYEBAB KEMATIAN EMBRIO DINI
Berbagai faktor yang memegang peranan penting dalam mempengaruhi perkembangan embrio atau fetus didalam uterus induknya. Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya kematian embrio dini adalah :
1. Genetik
Kematian embrio karena faktor genetik diturunkan melalui gen letal atau terjadi mutasi selama gametogenesis yang menyebabkan gangguan fertilitas. Kematian embrio dini pada sapi sering terjadi karena perkawinan inbreeding atau perkawinan sebapak atau seibu, sehingga sifat jelek yang dimiliki induk akan lebih sering muncul pada turunannya. Kematian embrio dini karena faktor genetik memegang peranan cukup besar, yaitu sekitar 33 % dari seluruh kasus kematian embrio dini. Sebelum implantasi, embrio lebih mudah terkena pengaruh mutasi genetik dan kelainan kromosom (chromosomal aberration) diikuti oleh kematian embrio dini. Kelainan kromosom dapat dibedakan atas kelainan jumlah kromosom dan struktur kromosom. Kejadian ini tetap berlangsung karena kegagalan penyebaran kromosom atau susunan kromatin dalam sel tubuh penderita yang terjadi selama berlangsungnya proses meiosis dan mitosis dari sel telur atau sel mani yang dapat menghasilkan 2 bentuk sel yang poliploid. Aneuploid adalah kelainan kromosom hewan yang dapat terjadi karena pengurangan jumlah kromosom yang normal (2n-1), sedang poliploid adalah penambahan jumlah kromosom yang normal (2n+1). Kelainan tersebut di atas dapat menyebabkan kematian embrio dini pada sapi. Bentuk kelainan kromosom yang menyebabkan kematian embrio dini ini dapat terjadi pada sapi usia kebuntingan 8-16 hari.


2. Hormonal
Cepat dan lambatnya transport dari ovum dipengaruhi oleh keseimbangan estrogen-progesteron, yang juga akan mempengaruhi kematian embrio preimplantasi. Ketidakseimbangan kedua hormon tersebut akan menyebabkan regresi korpus luteum dan berakhirnya kebuntingan.
Periode kritis dari kehidupan embrio adalah pada periode akhir blastosis. Normalnya korpus luteum akan menghasilkan progesteron yang beraksi menutup saluran reproduksi betina sesuai dengan perkembangan embrio.
Kematian embrio pada sapi sebenarnya tidak disebabkan oleh kurangnya progesteron selama fase luteal, tetapi karena regresi dari luteal sebelum kematian embrio. Kurangnya respon terhadap hormon luteotropik juga berpengaruh pada kematian embrio pada sapi-sapi subfertil.


3. Nutrisi
Pemenuhan kebutuhan kalori dan kurangnya nutrisi spesifik (lemak, vitamin E, selenium, zing, tembaga, mangaan) akan mempengaruhi rata-rata ovulasi , fertililisasi dan juga kematian embrio dini. Sapi dengan konsumsi “rumen degradable protein” yang tinggi akan menyebabkan kematian embrio karena akan menurunkan pH lingkungan uterus selama fase luteal dimana embrio harus tumbuh. Konsumsi lemak pada sapi akan mempengaruhi produksi progesteron yang sangat penting untuk implantasi dan sebagai nutrisi yang penting untuk pembentukan awal embrio. Salah satu efek dari peningkatan konsumsi lemak akan meningkatkan ukuran folikel ovarium yang akan meningkatkan ukuran korpus luteum sehingga produksi progesteron juga tinggi.


4. Umur
Kematian embrio tinggi pada hewan yang telah bunting 5 kali dibandingkan dengan hewan muda.


5. Jumlah embrio pada uterus
Banyaknya embrio pada uterus akan berpengaruh pada tersedianya ruang untuk perkembangan embrio, suplai darah. Pada sapi dengan kebuntingan kembar lebih besar kemungkinan terjadi kematian embrio daripada bunting tunggal karena berkurangnya ruang untuk perkembangan embrio dan perebutan nutrisi intrauterin. Kematian embrio terjadi pada 3 atau 4 minggu pertama kebuntingan. 


6. Suhu 
Kematian embrio terjadi pada induk yang terekspos suhu tinggi seperti pada daerah tropis. Fertilisasi pada domba dan sapi pada suhu tinggi akan terganggu walaupun tetap berkembang dan akan mati pada periode kritis saat implantasi. Berkurangnya fertilisasi mungkin karena penurunan daya hidup dan perkembangan embrio pada umur 6-8 hari dan kematian embrio juga dilaporkan pada sapi-sapi yang di Inseminasi Buatan pada saat musim panas.
Stress karena panas pada usia kebuntingan 8-17 hari akan mengubah lingkungan uterus yang tidak sesuai untuk pertumbuhan embrio dan aktivitas sekretori saat bunting.
Panas akan mengantagonis efek penghambatan sekresi PGF2 dari uterus, sehingga korpus luteum akan mengalami regresi dan kebuntingan tidak dapat dipertahankan. 


7. Lingkungan kandang
Sapi yang diternakkan dalam jumlah banyak dengan sedikit pengawasan akan menyebabkan sapi tidak diperhatikan dan juga mungkin program recordingnya tidak bagus sehingga terjadi kesalahan pada saat dikawinkan misalnya terlalu cepat atau terlalu lama dikawinkan.


8. Infeksi
Beberapa infeksi yang dapat menyebabkan kematian embrio dini adalah :
a. Brucellosis
Pada sapi brucellosis umumnya disebabkan oleh Brucella abortus , sedangkan pada kambing dan domba disebabkaan oleh Brucella melitensis. Brucellosis akan menimbulkan gejala retensi plasenta dan metritis.
b. Vibriosis
Vibriosis disebabkan oleh Vibrio fetus venerealis atau Campylobacter foetus venerealis. Gejala khas dari vibriosis adalah endometritis dan salphingiitis. Jika terjadi fertilisasi maka akan tejadi kematian embrio dini.Siklus estrus juga akan diperpanjang 27-57 hari.
c.Trikomoniasis
Trikomoniasis disebabkan oleh Tritrichomonas fetus yang juga akan menyebabkan kematian embrio dini. Infeksi ini akan menyebabkan kemajiran, S/C yang tinggi (5x lebih), angka kebuntingan yang rendah, abortus dini dan pyometra.
9.Lingkungan uterus
Adanya endometritis parturient dan tidak kondusif untuk kebuntingan mungkin juga disebabkan ingesti substansi steroid eksogenik atau ketidakcukupan sekresi endogen progesteron.
10. Laktasi
Selama periode laktasi, kematian embrio dini dapat terjadi ternak sapi. Terjadinya kematian embrio dini ditandai dengan perpanjangan waktu siklus birahi setelah IB yang terakhir. Pengaruh buruk dari laktasi terhadap perkembangan embrio sampai saat ini belum jelas benar. Diduga ada hubungan dengan ketidakseimbangan hormonal selama laktasi, khususnya hormon progesteron terhadap kehidupan embrio dalam uterus. Tetapi, mungkin juga karena stress menyusui atau produksi susu yang tinggi menyebabkan embrio dalam uterus tidak cukup pakan untuk perkembangannya. Disamping itu ada kemungkinan bahwa proses involusi uteri yang belum sempurna setelah melahirkan, bila terjadi pembuahan dapat menurunkan kemampuan embrio yang terbentuk dalam mengadakan perlekatan pada dinding uterus pada proses implantasi, sehingga mudah terjadi kematian embrio dini.
11. Faktor kekebalan
Setelah proses pembuahan, pada tubuh induk terjadi persentuhan dengan antigen berasal dari sperma dan embrio. Jika mekanisme immunosupresi tidak berjalan dengan baik, maka antibodi yang terbentuk akan mengganggu kehidupan embrio di dalam uterus. Ketidakcocokan antara unsur kekebalan yang berasal dari induk dengan embrio dapat menyebabkan kematian embrio, kematian fetus atau pedet yang baru dilahirkan. Pada sapi penderita dengan golongan darah yang mengandung zat transferin (beta globulin) dan antigen “J” di dalam serum darah, dapat bertindak sebagai penyebab kematian embrio sehingga menimbulkan angka kebuntingan.
12. Kesuburan sperma
Waktu subur (fertile life) dari sperma berkisar antara 18-24 jam. Penyimpanan sperma (baik penyimpanan dingin maupun beku) dapat menurunkan kesuburan sperma. Kesuburan sperma yang menurun karena disimpan, mempunyai peranan dalam mendorong terjadinya kematian embrio dini. Dari pengalaman di lapangan tentang pengenceran dan penyimpanan sperma sapi pada suhu rendah menyimpulkan bahwa tidak ada akibat kematian embrio bila diinseminasikan pada sapi aseptor IB. Inseminasi buatan yang dilakukan pada induk sapi yang terlalu awal dari masa birahi, dapat menyebabkan sperma menjadi terlalu tua pada saat proses pembuahan. Akibatnya zigot yang terbentuk dalam keadaan lemah, yang dalam perkembangannya akan diikuti oleh kematian embrio dini.

Penyebab Abortus pd Sapi


Abortus atau keluron adalah pengeluaran fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang belum sanggup hidup, sedangkan kelahiran prematur adalah pengeluaran fetus sebelum masa akhir kebuntingan dengan fetus yang sanggup hidup sendiri di luar tubuh induk (Toelihere, 1985).
Abortus dapat terjadi pada berbagai umur kebuntingan dari 42 hari sampai saat akhir masa kebuntingan. Abortus dapat terjadi bila kematian fetus di dalam uterus disertai dengan adanya kontraksi dinding uterus sebagai akibat kerja secara bersama-sama dari hormon estrogen, oksitosin, dan prostaglandin F2? pada waktu terjadinya kematian fetus itu. Oleh karena itu fetus yang telah mati terdorong keluar dari saluran alat kelamin (Hardjopranjoto, 1995).
Penyebab abortus secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu abortus karena sebab-sebab infeksi dan, abortus karena sebab-sebab non infeksi.




Abortus karena infeksi

Brucellosis

Sifat dan Kejadian
Brucellosis adalah penyakit hewan menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder beberapa jenis hewan lainnya dan manusia. Brucellosis disebabkan bakteri Brucella abortus (Anonim, 1978). Abortus karena Br. abortus umumnya terjadi dari bulan ke-6 sampai ke-9 periode kebuntingan. Kejadian abortus berkisar antara 5-90% di dalam suatu kelompok ternak tergantung pada berat ringan infeksi, daya tahan hewan bunting, virulensi organisme dan faktor-faktor lain (Toelihere, 1985).


Terjadinya keguguran setelah kebuntingan 5 bulan merupakan petunjuk kunci untuk menemukan penyakit ini. Seekor sapi betina setelah keguguran itu masih mungkin bunting lagi tetapi tingkat kelahiran akan rendah dan tidak teratur (Blakely & Bade, 1991). Sedangkan menurut Akoso (1990), terjadinya keguguran karena penyakit ini biasanya pada usia kebuntingan 7 bulan. Kemungkinan selaput janin akan tertinggal lama dan menyebabkan sapi menjadi mandula dalah merupakan gejala penyakit ini


Penularan penyakit ini dapat terjadi melalui ingesti makanan dan air yang terkontaminasi oleh kotoran-kotoran dari alat kelamin hewan yang mengalami abortus. Disamping itu penularannya dapat juga terjadi melalui selaput lendir mata dan melalui IB dengan semen terinfeksi. Anak sapi yang menyusu dari induk yang tertular juga dapat tertulari (Toelihere, 1985).


Patogenesis
Permulaan infeksi brucellosis terjadi pada kelenjar limfe supramamaria. Pada uterus, lesi pertama terlihat pada jaringan ikat antara kelenjar uterus mengarah terjadinya endometritis ulseratif, kotiledon kemudian terinfeksi disertai terbentuknya eksudat pada lapisan allantokhorion. Brucella banyak terdapat pada vili khorion, karena terjadi penghancuran jaringan, seluruh vili akan rusak menyebabkan kematian fetus dan abortus. Jadi kematian fetus adalah gangguan fungsi plasenta disamping adanya endotoksin. Fetus biasanya tetap tinggal di uterus selama 24-72 jam setelah kematian. Selaput fetus menderita oedematous dengan lesi dan nekrosa (Hardjopranjoto, 1995).


Pengendalian dan Pencegahan
Upaya yang dapat dilakukan terhadap pencegahan penyakit ini adalah memisahkan sapi yang menderita abortus pada tempat yang terisolasi, menghindari perkawinan antara pejantan dengan betina yang menderita abortus, jangan memberikan susu pada sapi dengan susu sapi yang menderita abortus, selalu memperhatikan kebersihan baik kandang maupun peralatan kandang dan peralatan pemerah yang digunakan, serta melaksanakan vaksinasi secara teratur (Siregar, 1982). Apabila terjadi abortus akibat Brucella abortus fetus dan placenta yang digugurkan harus dikubur atau dibakar dan tempat yang terkontaminasi harus didesinfeksi dengan 4% larutan kresol atau desinfektan sejenis (Toelihere, 1985).

Leptospirosis

Sifat dan Kejadian
Leptospirosis pada sapi disebabkan oleh spirocheta yang kecil dan berbentuk filamen, yang terpenting diantaranya adalah Leptospira pamona, L. hardjo, L. grippotyphosa dan L. conicola. Organisme ini mudah dimusnahkan oleh panas, sinar matahari, pengeringan, asam, dan desinfektan. Leptospira dapat hidup selama beberapa hari atau minggu dalam lingkungan yang lembab pada suhu sedang seperti di tambak, aliran air yang macet atau di tanah basah (Toelihere, 1985).
Air merupakan media penyebaran utama untuk penyakit ini. Penularannya dapat pula melalui luka, semen, baik perkawinan alamiah maupun perkawinan dengan IB. selain dapat menular ke ternak lain penyakit ini juga dapat menular ke manusia (Blakely &Bade, 1991). Pembawa utama Leptospira adalah rodentia. Anjing dan babi dapat berfungsi sebagai pembawa potensial (Anonim, 1980).
Penyebaran Leptospirosis bergantung pada keadaan luar, yaitu penyebarannya terutama melalui air dan lumpur. Hewan biasanya mengeluarkan Leptospira melalui air kemih. Bila air kemih in tiba di dalam air atau lumpur yang sedikit alkali atau netral maka Leptospira itu dapat tinggal hidup berminggu-minggu. Bila hewan atau orang kontak langsung dengan air atau lumpur ini maka ia terinfeksi. Leptospira ini masuk ke dalam tubuh melalui selaput lendir konjungtiva, mulut, hidung dan luka kulit.
Patogenesis
Setelah infeksi terjadi pada sapi, Leptospira masuk dan berkembang di dalam aliran darah. Masa inkubasi terjadi 4-10 hari dengan fase bakteremia yang akan berakhir kira-kira 7 hari, diikuti pengeluaran Leptospira dalam air susu dan terjadi kerusakan fungsi ginjal. Dengan terbentuknya antibody dalam sirkulasi darah setelah 5-10 hari bakteremia berhenti, bakteri akan melokalisir dan menetap di sejumlah organ tubuh terutama tubulus renalis ginjal dan alat kelamin dewasa. Selanjutnya Leptospira dikeluarkan dalam urine selama 20 bulan atau lebih, tergantung pada serotype dan umur sapi. Pada induk sapi yang bunting maupun tidak bunting Leptospira akan menetap pada uterus pasca infeksi. Lokalisasi Leptospira pada uterus yang bunting dapat menulari fetus, diikuti dengan keluarnya kotoran yang mengandung Leptospira dari alat kelamin sampai 8 hari pasca lahir. Leptospira dapat juga menetap di tuba falopii 22 hari setelah melahirkan (Hardjopranjoto, 1995).
Pengendalian dan Pencegahan
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan higienik dan sanitasi, vaksinasi dan pengobatan antibiotika. Bakterin dapat memberi kekebalan yang baik selama 2 sampai 12 bulan. Oleh karena itu vaksinasi memakai bakterin sebaiknya dilakukan 2 kali dalam 1 tahun. Pengobatan terhadap leptospirosis akut meliputi penyuntikan antibiotika dalam dosis tinggi seperti 3 juta satuan penicillin dan 5 gram streptomycin 2 kali sehari atau 2,5-5 gram tetracycline per 500 kg berat badan setiap hari selama 5 hari (Toelihere, 1985). Sedangkan cara pengendalian yang ideal adalah dengan penyingkiran hewan pembawa (Anonim, 1980).




Camphylobacteriosis

Sifat dan Kejadian
Camphylobacteriosis yang disebabkan oleh Camphylobakter foetus veneralis (dahulu disebut Vibrio fetus veneralis) adalah salah satu penyakit penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi yang disebarkan melalui perkawinan. Umumnya ditemukan kematian embrio dini atau abortus pada bulan ke-4 sampai akhir kebuntingan (Toelihere, 1985).
Penyebarannya lewat ingesti, masuk darah menyebabkan plasentitis dengan kotiledon hemoragik dan sekitar interkotiledonaria mengalami udema (Prihatno, 2006).
Patogenesis
Infeksi Camphylobacter fetus venerealis pada sapi betina akan diikuti oleh endometritis, ditandai dengan adanya kerusakan pada endometrium yang mencapai puncaknya pada 8-13 minggu setelah penularan, disertai keluarnya cairan keruh kemudian berubah menjadi mukopurulen yang kadang-kadang diikuti salphingitis. Eksudat ditemukan dalam kelenjar uterus disertai infiltrasi limfosit ke dalam rongga periglandular. Karena adanya endometritis, embrio akan memperoleh oksigen lebih sedikit, sehingga akan mati dalam waktu yang singkat tanpa gejala yang jelas. Abortus terjadi pada umur 2-3 bulan dengan selaput fetus yang utuh pada waktu diabortuskan (Hardjopranjoto, 1995).
Pengendalian dan Pencegahan
Pengendalian yaitu IB dengan semen sehat yang berasal dari pejantan yang sehat pula, hewan betina atau pejantan yang terkena harus istirahat kelamin selama 3 bulan dan vaksinasi dengan bakterin 30-90 hari sebelum dikawinkan atau setiap tahun (Prihatno, 2006). Sedangkan pengobatannya dapat dilakukan dengan pemberian antibiotic berspektrum luas baik pejantan maupun betina (Prihatno, 1994).
Infectious Bovine Rhinotracheitis dan Infectious Pustular Vulvovaginitis (IBR-IPV)
Sifat dan Kejadian
Penyakit ini baru dikenal sejak tahun 1950 di Amerika Serikat yang disebabkan oleh virus. Penyebaran virus ini adalah melalui udara yaitu pada saat banyak hewan berkumpul. Hingga sekarang hanya sapi yang diketahui peka terhadap penyakit ini. Infeksi buatan dapat dilakukan denan inhalasi larutan yang mengandung virus di dalam hidung atau dengan injeksi intra tracheal (Ressang, 1984). Kejadian abortus dapat setiap saat, tetapi umumnya mulai bulan ke-4 sampai akhir kebuntingan (Prihatno, 2006).
Penularan penyakit ini dapat secara vertikal maupun horizontal. Secara vertical dapat melalui infeksi intra uterine, sedangkan secara horizontal dapat melalui inhalasi dari cairan hidung dan melalui semen yang mengandung virus (Anonim, 1982).
Patogenesis
Masa inkubasi virus ini berkisar antara 4-6 hari. Infeksi virus ini menyebabkan lepuh-lepuh pada mukosa vulva dan vagina, yaitu dimulai dengan bintik-bintik merah sebesar jarum pentul yang dalam waktu 2-3 hari akan membesar. Lepuh-lepuh ini berdinding tipis dan berisi cairan. Sapi yang terinfeksi mengalami demam yang disertai radang vagina. Dari vulva akan keluar cairan yang mula-mula bening kemudian bersifat nanah. Infeksi virus ini juga menyebabkan lepuh-lepuh pada fetus.dan nekrosis pada bagian korteks ginjal fetus (Hardjopronjoto, 1995).


Pengendalian dan Pencegahan
Vaksinasi terhadap sapi-sapi yang tidak bunting dengan kombinasi IBR-IPV dan BVD-MD pada usia 6-8 bulan dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini. Sapi yang terkena diisolasi dan diistirahatkan kelamin selama kurang lebih 1 bulan kemudian untuk mencegah infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik (Prihatno, 1994).



Bovine Virus Diarrhea Mucosal Disease (BVD-MD)

Umumnya menyerang sapi dan menyebabkan infertilitas. Pada sapi bunting yang terinfeksi dapat menyebabkan abortus.abortus dapat terjadi pada usia kebuntingan 2-9 bulan dan sangat menular. Penularan dapat lewat oral atau parenteral, urin atau feses. Infeksi pada fetus antara hari ke 45 dan 125 kebuntingan dan mungkin menyebabkan kematian fetus, abortus, resorbsi, fetal immunotoleran, dan infeksi persisten. Gejala yang nampak adalah demam tinggi, depresi, anoreksia, diare, dan produksi susu turun.
Patogenesis
Masa inkubasi secara alami berlangsung selam 21 hari. Virus masuk ke dalam aliran darah setelah terjadinya penularan (viremia), kemudian diikuti dengan timbulnya kerusakan-kerusakan sel epitel pada mukosa saluran pencernaan. Pada hewan yang buting virus ini menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh infeksi pada fetus, kemudian diikuti abortus atau kelahiran anak yang abnormal (Hardjopranjoto, 1995).
Pengendalian dan Pencegahan
Diagnosanya sulit karena tidak ada lesi spesifik pada fetus. Uji serologik untuk menentukan titer antibodi mungkin dapat membantu diagnosa. Pencegahan dengan mengeleminir sapi terinfeksi dan melakukan vaksinasi (Prihatno, 2006).

Epizootic Bovine Abortion (EBA)

Sifat dan Kejadian
Epizootic Bovine Abortion (EBA) disebabkan oleh Chlamydia psittasi dan vektornya adalah Ornithodoros coriaceus. Penyakit ini menyebabkan abortus yang tinggi (30-40%) pada tri semester akhir kebuntingan pada sapi dara (Prihatno, 2006).
Menurut McKercher (1969) yand disitasi oleh Toelihere (1985) penyakit ini terutama menyerang fetus dan menyebabkan abortus pada umur kebuntingan 7, 8, dan 9 bulan. Beberapa fetus dilahirkan mati atau anak sapi lahir hidup tetapi lemah dan mati beberapa waktu kemudian. Gejala penyakit ini dapat dilihat dengan adanya kerusakan menyolok pada fetus yang diabortuskan pada placenta ada bercak-bercak (Partodiharjo, 1987).
Patogenensis
Virus ini terutama menyerang fetus, ditandai adanya haemorrhagia petechial pada mukosa konjungtiva, mulut dan kulit fetus. Terdapat cairan berwarna jerami umumnya terdapat di dalam rongga tubuh. Infeksi virus ini pada fetus menyebabkan hati membengkak, berbungkul kasar dan berwarna kuning dan hampir semua kelenjar limfa membengkak dan oedematous (Toelihere, 1985).
Pengendalian dan Pencegahan
Melihat ganasnya penyakit ini, maka diperkirakan penyebaran yang cepat dan antibodi yang terbentuk cukup kuat dalam tubuh sapi, dapat diperkirakan vaksin akan mudah didapat. Tetapi kenyataannya sampai sekarang belum ada vaksinnya (Partodiharjo, 1987). Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan mengisolasi dan mengobati hewan yang terinfeksi disamping pemberian vaksinasi tetapi belum ada vaksinnya (Prihatno, 1994).

Aspergillosis
Sifat dan Kejadian
Aspergillosis adalah penyakit jamur pada unggas, burung liar termasuk penguin, dan mamalia yang sudah lama dikenal. Jenis Aspergillus yang dianggap patogen untuk hewan adalah Aspergillus flavus, A. candidus, A. niger, A. glaucus. Ummnya penyakit ini bersifat menahun, akan tetapi pada hewan muda dapat berjalan akut. Pada sapi jamur dapat menyebabkan abortus bila jamur berlokasi di selaput fetus (Ressang, 1984).
Hampir semua abortus pad sapi disebabkan oleh Aspergillus fumigatus dan Mucorales. Kebanyakan abortus terjadi pada bulan ke-5 sampai ke-7 masa kebuntingan, tetapi dapat berlangsung dari bulan ke-4 sampai waktu partus. Fetus umumnya dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi beberapa kasus terjadi kelahiran prematur (Toelihere, 1985). Organ reproduksi yang sering ditumbuhi jamur adalah uterus (Robert, 1986).
Patogenesis
Jamur masuk lewat inhalasi sampai ke paru-paru, spora akan mengikuti aliran darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis diikuti oleh kematian fetus dan abortus. Jamur juga dapat masuk ke tubuh melalui makanan, lewat ingesti spora masuk rumen menyebabkan rumenitis kemudian masuk ke dalam darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh abortus (Prihatno, 2006).
Pengendalian dan Pencegahan
Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara antara lain : menyingkirkan hewan penderita, menghindari pemberian makanan bercendawan, memusnahkan sumber cendawan Aspergillus, memberikan perawatan dan makanan hewan untuk mempertinggi daya tahan tubuh, bekas tempat sapi yang terinfeksi didesinfeksi. Pengobatannya dengan griseofulvin untuk hewan besar memberikan hasil yang memuaskan tetapi biaya cukup mahal (Anonim, 1981).

Trichomoniasis
Sifat dan Kejadian
Trichomoniasis adalah penyakit venereal yang ditandai dengan sterilitas, abortus muda, dan pyometra, yang disebabkan oleh Trichomonas foetus. Abortus terjadi antara minggu pertama dan minggu ke-16 masa kebuntingan (Toelihere, 1985). Penularan dari sapi betina ke sapi yang lain terjadi melalui pejantan yang mengawininya. Penyakit ini pada tingkatan yang lanjut menunjukkan keadaan preputium penis sapi jantan yang mengalami peradangan, meskipun penyakit ini dapat pula ditularkan melalui IB (Blakely & Bade, 1991).
Gejala penyakit ini ditandai dengan siklus estrus yang pendek tidak teratur, dan pada umumnya menyebabkan infertilitas yang bersifat sementara. Sering sekali ditemui abortus muda (umur 4 bulan atau kurang) dan kejadian pyometra (Partodiharjo, 1987).
Patogenesis
Pada vagina trichomonisis menimbulkan vaginitis kataralis, yang mukosa vaginanya berwarna kemerahan dan basah. Pada infeksi yang kronis didapatkan udemaa pada vulva. Pada uterus infeksi T. fetus menyebabkan endometritis kataralis yang dapat berubah menjadi purulen. Apabila sapi bunting, keradangan pada kotiledon mengakibatkan kemtian dan maserasi fetus atau abortus, kemudian disusul terjadinya piometra. Pada kasus tersebut corpus luteum gravidatum tetap berkembang dan disebut corpus luteum persisten. Plasenta mengalami penebalan dilapisi sejumlah kecil gumpalan eksudat berwarna putih kekuningan. Pada kotiledon sedikit nekrosis (Hardjopranjoto, 1995).
Pengendalian dan Pencegahan
Penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan pengobatan antibiotik secara lokal pada betina terinfeksi. Sedangkan pada pejantan terinfeksi dilakukan pembilasan kantong penis dengan antibiotik atau antiseptika ringan cukup membinasakan T. fetus. Disamping itu pengolahan semen yang digunakan untuk IB dengan baik merupakan cara pemberantasan Trichomoniasis (Partodiharjo, 1987). Semen yang beredar secara komersial dapat diberi perlakuan khusus dengan pemberian antibiotik untuk menghindari ancaman infeksi sapi betina yang di IB. pengobatan terhadap Trichomonisis dapat berhasil secara efektif dengan menggunakan antibiotik spektrum luas baik untuk pejantan maupun betina. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah isolasi dan memberikan waktu istirahat untuk kegiatan seksual (Blakely & Bade, 1991).

Abortus karena sebab-sebab non infeksi
Abortus karena faktor genetik
Inbreeding menyebabkan kematian embrio, abortus dan kelahiran anak yang mati karena konsentrasi gen-gen letal perzigot lebih tinggi dibandingkan dengan pada crossbreeding (Toelihere, 1985). Gen lethal yang diperoleh dari induk dan bapaknya, dapat menyebabkan abortus. Kelainan kromosom baik pada autosom maupun kromosom kelamin juga dapat menyebabkan abortus (Hardjopranjoto, 1995).
Sebelum implantasi, embrio lebih mudah terkena pengaruh mutasi genetic dan kelainan kromosom diikuti oleh kematian fetus. Kelainan kromososm dapat dibedakan atas kelainan jumlah kromosm dan struktur kromosom. Kejadian ini dapat berlangsung karena kegagalan penyebaran kromosom atau susunan kromatin dalan sel tubuh penderita, terjadi selama berlangsungnya proses meiosis dan mitosis dari sel ovum atau sel sperma yang dapat menghasilkan dua bentuk sel yang poliploid. Yang dimaksud dengan poliploid adalah penambahan jumlah kromosom yang normal (2n+1) (Hardjopranjoto, 1995).
Abortus karena sebab-sebab hormonal
Senyawa estrogenik bila diberikan dalam dosis tinggi untuk periode yang lama dapat menyebabkan abortus pada sapi (Toelihere, 1985). Hormon estrogen dihasilkan oleh folikel ovarium dan mempunyai fungsi stimulasi kontraksi uterus, juga menyebabkan uterus lebih peka terhadap pengaruh oksitosin pada saat menjelang partus. Estrogen bekerjasama dengan relaksin dapat merelaksasi servik dan ligamentum pelvis. Pada periode kebuntingan gangguan ketidakseimbangan hormone dapat menyebabkan terjadinya abortus (Hardjopranjoto, 1995).
Defisiensi progesteron merupakan penyebab abortus muda pada sapi. Abortus karena defisiensi progesteron dapat terjadi pada 45 sampai 180 hari masa kebuntingan, tetapi lebih sering pada 100 hari masa kebuntingan(Toelihere, 1985). Progesterone dihasilkan oleh korpus luteum dan mempunyai fungsi berhubungan dengan pertumbuhan sel-sel endometrium sebelum dan selama hewan bunting. Kemampuan korpus luteum gravidatum untuk menghasilkan hormone progesterone dapat mempertahankan kebuntingan (Hardjopranjoto, 1995).
Abortus karena defisiensi makanan
Malnutrisi untuk waktu yang lama menyebabkan penghentian siklus birahi dan kegagalan konsepsi. Defisiensi makanan dan kelaparan yang parah dapat menyebabkan abortus (Toelihere, 1985).
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan abortus pada sapi umur kebuntingan tua atau terjadi kelahiran anak lemah atau mati. Provitamin A dapat dipecah menjadi vitamin A oleh dinding usus. Kekurangan vitamin A dalam ransom dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesuburan sampai pada tingkat kemajiran.pada induk yang sedang bunting, kekurangan vitamin A dapat diikuti oleh abortus. Ini disebabkan kekurangan vitamin A meyebabkan terjadinya keratinisasidari epitel uterus, sehingga proses implantasi menjadi terganggu dan meyebabkan degenerasi plasenta (Hardjopranjoto, 1995). Apabila kebuntingan berlangsung sampai akhir waktunya, kelahiran mungkin sulit terjadi dan disusul olen infeksi dan retensio secundinae (Toelihere, 1985). Hal yang sama juga pernah dilaporkan tentang defisisensi selenium (Toelihere, 1985). Kekurangan selenium dapat menyebabkan terjadinya degenerasi urat daging jantung dan rangka dari fetus, sehingga menyebabkan kematian fetus tersebut (Hardjopranjoto, 1995).
Abortus karena keracunan (bahan toksik)
Keracunan nitrat yang banyak dikandung oleh rumput liar dirawa-rawa atau daun cemara (pinus ponderosa) bila termakan dalam jumlah besar pada induk yang sedang bunting, dapat menyebabkan abortus pada 21-142 hari kemudiansesudah ingesti. Abortus dapat terjadi pada umur kebuntingan 6-9 bulan. Anak sapi dapat lahir premature, lemah dan mati sesudah beberapa waktu, sering juga terjadi retensi secundae. Bahan toksik yang terkandung di dalam daun pinus mungkin adalah suatu zat anti estrogenic yang akan mempengaruhi metabolisme tubuh terutama menekan sekresi kelenjar kelamin. Daun lamtoro yang diberikan dalam jumlah besar dapat menyebabkan abortus karena racun mimosin yang dikandung. Racun mimosin bila termakan induk hewan yang bunting secara berlebihan dapat mempengaruhi metablisme hormonal, sehingga menyebabkan penurunan respon ovarium terhadap sekresi hormone gonadotropin (Hardjopranjoto, 1995).
Abortus karena gangguan dari luar tubuh induk
Stress karena panas dapat menyebabkan hipotensi fetus, hypoxia, dan asidosis (Prihatno, 2006). Suhu yang panas dapat menyebabkan penurunan kadar hormone reproduksi seperti FSH dan LH, selain itu juga dapat menyebabkan penurunan volume darah yang mengalir ke alat reproduksi, sehingga menyebabkan perubahan lingkungan uterus yang lebih panas dan menambah kemungkinan kematian fetus (Hardjopranjoto, 1995).
Abortus karena sebab-sebab fisik
Pemecahan kantong amnion dengan penekanan manual pada kantung amnion selama kebuntingan muda, 30-60 hari umur kebuntingan dapat menyebabkan abortus. Sebab utama kematian fetus adalah rupture jantung atau pecahnya pembuluh darah pada dasar jantung fetus yang menyebabkan perdarahan ke dalam kantung amnion. Pemecahan corpus luteum gravidatum/verum pada ovarium akan disusul abortus beberapa hari kemudian. Pada sapi corpus luteum diperlukan selama periode kebuntingan dan kelahiran normal. Corpus luteum menghasilkan hormone progesterone yang berfungsi untuk pertumbuhan kelenjar endometrium, sekresi susu uterus, pertumbuhan endometrium dan pertautan placenta untuk memberi makan kepada fetus yang berkembang, dan menghambat pergerakan uterus untuk membantu pertautan placenta. Sehingga penyingkiran corpus luteum kebuntingan pada sapi pasti menyebabkan abortus (Toelihere, 1985).
Abortus karena sebab-sebab lain
Kembar pada sapi menyebabkan lebih banyak kelahiran prematur, abortus, distokia, dan kelahiran anak yang lemah atau mati dibandingkan fetus tunggal (Toelihere, 1985). Banyaknya fetus yang ditampung oleh kedua cornua uteri dari seekor induk sangat tergantung kepada sifat genetisnya. Makin bertambahnya jumlah fetus, makin bertambah pula jumlah plasentanya dan makin bertambah ruangan didalam uterus yang dibutuhkan, serta makin bertambah kebutuhan darah untuk fetusnya. Namun demikian, kemapuan rongga uterus untuk menampung fetus secara alamiah adalah terbatas. Dengan bertambahnya fetus di dalam uterus di luar kemampuannya, dapat mengurangi penyediaan darah pada tiap fetus. Kondisi sepetri ini cenderung menyebabkan kematian fetus, khususnya bila fetus berada dalam satu cornua (Hardjopranjoto, 1995).

Pembuatan Silase


Bahan pembuatan Silase
Bahan untuk pembuatan silase adalah segala macam hijauan dan bahan dari tumbuhan lainnya yang di sukai oleh ternak ruminansia, seperti :
-Rumput, Sorghum, Jagung, Biji-bijian kecil, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi, dll

Syarat hijauan (tanaman) yang dibuat Silase :
Segala jenis tumbuhan atau hijauan serta bijian yang di sukai oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidrat nya. Untuk penjelasan mengapa dan apa sebabnya lihat di bagian Prinsip Fermentasi

Bahan tambahan
Dengan mengetahui prinsip fermentasi dan phase tahapan prosesnya , maka kita bisa memanipulasi proses fermentasi dalam pebuatan silase. Manipulasi di tujukan untuk mempercepat proses atau untuk meningkatkan dan mempertahankan kadar nutrisi yang terkandung pada bahan baku silase Manipulasi dengan penambahan bahan additive ini bisa dilakukan secara langsung dengan memberikan tambahan bahan-bahan yang mengandung karbohidrat yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain :
-Molase (melas) : 2,5 kg /100 kg hijauan.
-Onggok (tepung) : 2,5 kg/100 kg hijauan.
-Tepung jagung : 3,5 kg/100 kg hijauan.
-Dedak halus : 5,0 kg/100 kg hijauan.
-Ampas sagu : 7,0 kg/100 kg hijauan.
Biasanya ini diperlukan bila bahan dasarnya kurang banyak mengadung karbohidrat

Proses pembuatan Silase
Setelah memahami prinsip dasar pembuatan silase, maka proses tahap pelaksanaan pembuatan silase akan menjadi sangat mudah di fahami apa dan mengapanya.

Penyiapan Silo
Silo hanyalah nama sebuah wadah yang bisa di tutup dan kedap udara, artinya udara tidak bisa masuk maupun keluar dar dan ke dalam wadah tersebut. Wadah tersebut juga harus kedap rembesan cairan. Untuk memenuhi kriteria ini maka bahan plastik merupakan jawaban yang terbaik dan termurah serta sangat fleksibel penggunaannya. Walaupun bahan dari metal, semen dll tetap baik untuk di gunakan. Ukuran di sesuaikan dengan kebutuhan, mulai kantong keresek plastik ukuran satu kilogram, sampai silo silindris dengan garis tengah 100 meter dan ketinggian 30 meter. Pilihlah ukuran, bahan serta konstruksi yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anda.

Gentong plastik (biasanya berwarna biru) yang mempunyai tutup yang bisa di kunci dengan rapat, merupakan salah satu pilihan yang terbaik. Karena di samping ukurannya yang sedang sehingga mudah untuk di angkat manusia, kemudian dengan penambahan jumlah bisa memenuhi kebutuhan yang lebih banyak.

Jika ingin membuat dalam jumlah yang banyak sekali gus, maka cara yang termurah adalah dengan menggali tanah. Ukuran di sesuaikan dengan kebutuhan. Kemudian menggunakan kantung plastik yang di jual meteran, sehingga penutupannya bisa dilakukan dengan sangat rapat.

Prinsip yang harus di perhatikan adalah, saat membuka dan memberikan silase pada ternak, maka silo tersebut akan kemasukan udara/oksigen yang bisa dan akan merusak silase yang telah jadi karena terjadinya proses aerobic, lihat dip hase-6. Inilah sebabnya kenapa pembuatan dalam jumlah kecil dengan menggunakan silo yang banyak serta portable (seperti gentong plastik biru, atau kantong plastik), jauh lebih berdaya guna di banding dengan pembuatan dalam jumlah sangat besar dalam satu wadah/silo. Untuk itu ketahuilah jumlah kebutuhan ternak anda, lalu sesuaikan pembuatan silo, sehingga penggunaannya bisa sekali buka silo , isinya langsung habis di konsumsi sehingga tidak adalagi sisa yang harus di simpan. Penyimpanan sisa silase ini , di samping sangat merepotkan juga sangat riskan terhadap terjadinya proses pembusukan karena terjadi nya eksposur tehadap oksigen yang akan mengaktive kan bakteri aerob.

Penyiapan bahan baku silase serta penempatan pada silo:
Bahan baku sebaiknya berasal dari tumbuhan atau bijian yang segar yang langsung di dapat dari pemanenan, jangan yang telah tersimpan lama – mengapa – lihat pada Prinsip Dasar Fermentasi Silase.
1.Pemotongan atau Pencacahan Bahan Baku Ukuran pemotongan sebaiknya sekitar 5 centimeter. Pemotongan dan pencacahan perlu di lakukan agar mudah di masukan dalam silo dan mengurangi terperangkapnya ruang udara di dalam silo serta memudahkan pemadatan. Jika hendak menggunakan bahan tambahan, maka taburkan bahan tambahan tersebut kemudian di aduk secara merata, sebelum di masukan dalam silo
2.Masukan cacahan tersebut kedalam silo secara bertahap, lapis demi lapis.
3.Saat memasukan bahan baku kedalam silo secara bertahap, lakukan penekanan atau pengepresan untuk setiap lapisan agar padat. Kenapa harus di padatkan, karena oksigen harus sebanyak mungkin di kurangi atau di hilangkan sama sekali dari ruang silo – Lihat Prinsip Dasar Fermentasi Silase.
4.Lakukan penutupan dengan serapat mungkin sehingga tidak ada udara yang bisa masuk kedalam silo. (Lihat Prinsip Dasar Fermentasi Silase)
5.Biarkan silo tertutup rapat serta di letakan pada ruang yang tidak terkena matahari atau kena hujan secara langsung, selama tiga minggu
6.Setelah tiga minggu maka silase sudah siap di sajikan sebagai pakan ternak. Sedangkan untuk menilai kualitas hasil pembuatan silase ini bisa di lihat di Kriteria Silase yang baik, jika penilaian anda mendapatkan hasil 100 atau mendekati 100, maka cara and membuat silase sudah sangat baik, lakukan cara tersebut untuk pembuatan silase berikutnya.
7.Silo yang tidak di buka dapat terus di simpan sampai jangka waktu yang sangat lama asalkan tidak kemasukan udara.
8.Pemberian pada ternak yang belum terbiasa makan silase, harus di berikan sedikit demi sedikit dicampur dengan hijauan yang biasa dimakan. Jika sudah terbiasa secara bertahap dapat seluruhnya diberi silase sesuai dengan kebutuhan.

Bagi Pemula:
Bagi pemula yang belum pernah membuat fermentasi silase, akan menganggap proses ini adalah proses yang sulit dan serba canggih. Namun jika telah mengetahui prinsip dasarnya maka pembuatan silse ini bukanlah merupakan sesuatu yang sulit ataupun aneh serba canggih serta padat teknologi. Sedikit menyinggung sejarah di temukannya silase; 
Pada jaman dahulu kala di daratan Eropa ada seorang penggembala sapi, yang selalu dengan rajin dan penuh perhatian pada ternak yang di gembalanya. Dia sangat memperhatikan keberadaan beberapa anak sapi gembalaannya yang sering tidak kebagian hijauan saat merumput. Kemudian dia menyabit rumput, yang kemudian dia tempatkan pada kantung kain tebal yang selalu dia bawa sebagai tempat menyimpan bekal makannya. Rumput yang di bawanya kemudian dengan penuh rasa kasih sayang di berikan pada anak-anak sapi setibanya di kandang.

Pada suatu ketika , setelah menyabit dan menempatkan rumput di dalam kantung tebalnya, anak–anak sapi tersebut selalu mendekatinya dan berusaha memakan rumput yang berada dalam kantung tersebut. Penggembala itu merasa kesal, menghardik agar anak sapi tersebut belajar merumput, kemudian dia mengubur kantung plastiknya di dalam tanah, agar anak sapi tersebut tidak manja dan mau berusaha lebih keras dalam merumput.

Sebagai manusia biasa si penggembala tidak bisa menemukan kembali kuburan kantung plastiknya, saat mereka pulang ke kandang.Beberapa minggu kemudian saat menggembala pada tempat yang sama dimana dia mengubur kantung plastiknya, secara kebetulan dia menemukan kembali kuburan tersebut.
Setelah di gali ulang, di buka dan dilihat isinya, ternyata rumput tersebut masih ada serta beraroma wangi dan berasa kemanisan. Dia coba berikan pada anak-anak sapi, ternyata mereka sangat menyukainya, demikian juga saat di berikan pada sapi dewasa lainnya.Sejak itulah proses fermentasi di kenal dan di pergunakan untuk mengawetkan hijauan.

Jika saat ini proses fermentasi silase terkesan serba scientific, itu karena para ilmuwan terus menyelidiki dan mengembangkannya , dengan menggunakan istilah-istilah yang ruwet njlimet serta susah di mengerti, walaupun tujuannya memudahkan bagi para peternak.

Bagi para pemula dan peserta yang belum pernah membuat fermentasi silase, lakukan tahapan pada penjelasan di atas, dengan sekala jumlah yang kecil terlebih dahulu.Gunakan kantung plastik bekas pembungkus sebagi silo, sebanyak sepuluh kantung silo atau kelipatan dari sepuluh. Perhatikan betul-betul jangan sampai ada yang bocor silo mini nya.Lima silo mini diperuntukan pembuatan silase tanpa bahan tambahan,lima lainnya untuk pembuatan silase dengan menggunakan bahan tambahan. Setiap minggu bukalah masing-masing satu silo yang memakai bahan tambahan dan yang tidak. Periksa dengan seksama hasilnya. Lakukan pencatatan dari apa yang anda temukan, bandingkan dengan penjelasan diatas.

Pada minggu ke empat dan kelima, anda akan mampu memberikan skore atau penilaian hasil fermentasi yang anda lakukan , dengan melihat Kriteria Silase yang baik di bawah ini.Setelah melakukan berulang ulang, maka anda akan merasakan bahwa proses pembuatan silase adalah suatu proses yang penuh dengan nuansa seni yang tinggi, sehingga sangat menyenangkan untuk di lakukan. Ketekunan, kecepatan, kebersihan serta kepatuhan pada prosedur dan tahap pembuatan silase, akan menentukan perbedaan hasil yang di dapat. Penilai ahir dari produksi silase anda , adalah ternak anda, jika ternak anda menyukainya, pertumbuhannya lebih baik, serta anda tidak takut lagi menghadapi kelangkaan hijauan saat musim panas yang panjang. Berarti anda telah meraih satu tahap kesuksesan dalam hidup anda. Tiada yang menilai kesuksesan anda, tiada yang memberikan penghargaan pada kesuksesan anda ini, namun dengan pasti kesuksesan berikutnya telah menanti anda.

Kriteria Silase yang baik :
Indikasi dan penjelasan serta nilai keberhasilannya:

KEWANGIAN
1. Wangi seperti buah-buahan dan sedikit asam, sangat wangi dan terdorong untuk mencicipinya. Nilai 25
2. Ingin mencoba mencicipinya tetapi asam, bau wangi Nilai 20
3. Bau asam, dan apabila diisap oleh hidung,rasa/wangi baunya semakin kuat atau sama sekali tidak ada bau. Nilai 10
4. Seperti jamur dan kompos bau yang tidak sedap. Nilai 0

RASA 
5. Apabila dicoba digigit, manis dan terasa asam seperti youghurt/yakult. Nilai 25
6. Rasanya sedikit asam Nilai 20
7. Tidak ada rasa Nilai 10
8. Rasa yang tidak sedap, tidak ada dorongan untuk mencobanya. 0

WARNA
9. Hijau kekuning- kuningan. Nilai 25
10.Coklat agak kehitam-hitaman. Nilai 10
11.Hitam, mendekati warna kompos Nilai 0

SENTUHAN 
12. Kering, tetapi apabila dipegang terasa lembut dan empuk. Apabila menempel ditangan karena baunya yang wangi tidak dicucipun tidak apa-apa. Nilai 25
13. Kandungan airnya terasa sedikit banyak tetapi tidak terasa basah. Apabila ditangan dicuci bau wanginya langsung hilang. Nilai 10
14. Kandungan airnya banyak, terasa basah sedikit (becek) bau yang menempel ditangan, harus dicuci dengan sabun supaya baunya hilang. Nilai 0

Jumlah nilai = Nilai wangi + Nilai rasa + Nilai warna + Nilai sentuh, angka 100 adalah yang terbaik

Penyimpanan Silase:
Silase dapat di simpan dalam waktu yang sangat lama selama tetap berada dalam keadaan kedap udara

Prolapsus Uteri Pada Sapi.


Pada tulisan terdahulu saya pernah mem-posting artikel yang berjudulProlapsus Uteri Pada Sapi. Memang kasus prolapsus uteri banyak di jumpai di desa-desa. Jika hal ini terjadi pada peternak di desa, pasti sapinya langsung di jual atau di afkir (potong). Padahal dalam undang-undang tidak boleh memotong sapi betina jika sapi tersebut masih produktif. Kecuali pada kasus-kasus tertentu yang memaksa pemilik harus segera memotongnya.

Padahal jika kasus ini di tangani lebih lanjut, maka tidak perlu adanya sapi yang di korbankan (hehehe). Tapi memang sih, kasus prolapsus adalah kasus yang kambuhan. Untuk mengetahui pengertian dari prolapsus uteri itu sendiri dapat anda klik langsung DISINI.

Ini adalah sebuah penanganan darurat untuk kasus prolapsus uteri yang sering terjadi di desa. Jika di desa, maka peralatan dan obat akan semakin terbatas. Untuk itu penanganan
seperti di bawah ini memungkinkan untuk di lakukan. Saya ambil dari beberapa sumber (Kasus Lapangan)

  1. Siapkan air bersih
  2. Sediakan 4 bungkus es batu (1 literan)
  3. Siapkan alkohol
  4. Siapkan jarum jahit/1 set alat jahit steril (kalo ga ada, pake jarum karung dan tali rafia, rebus dengan air panas dan rendam dalam alkohol 70 %)
  5. Cuci alat reproduksi yang keluar dengan air bersih, serta singkirkan sisa plasenta dan korpus luteum sekalian, lalu perlahan-lahan dengan menggunakan tangan yang telah di pasang hand gloves, masukkan seluruh organ reproduksi itu kedalam sampai masuk seluruhnya.
  6. Tekan mulut vagina dan masukkan es batu kedalam, utk membekukan darah
  7. Jahit luka sobeknya dengan jarum dan tali rafia
  8. Letakkan sapi pada alas tanah dengan posisi kaki depan lebih rendah daripada kaki belakang
  9. Usahakan ternak berada dalam ruang yang terbatas, ternak tidak dapat memutar
  10. Injeksi dengan vitamin A, D, E, K serta preparat kalsium (misal, Calidex 25 cc SC)
  11. Beri ternak makan dan minum secukupnya
  12. Setelah 3-4 hari dan luka sudah kering, jahitan bisa di buka
  13. Segera di jual karena partus selanjutnya kemungkinan besar akan prolaps lagi.

Histologi Testis

Testis terdiri dari kelenjar-kelenjar yang berbentuk tubulus, dibungkus oleh selaput tebal yang disebut tunika albugenia. Pada sudut posterior organ ini terbungkus oleh selaput atau kapsula yang disebut mediastinum testis. Septula testis merupakan selaput tipis yang meluas mengelilingi mediastinum sampai ke tunika albugenia dan membagi testis menjadi 250-270 bagian berbentuk piramid yang disebut lobuli testis. Isi dari lobulus adalah tubulus seminiferus, yang merupakan tabung kecil panjang dan berkelok-kelok memenuhi seluruh kerucut lobulus. Muara tubulus seminiferus terdapat pada ujung medial dari kerucut. Pada ujung apikal dari tiap-tiap lobulus akan terjadi penyempitan lumen dan akan membentuk segmen pendek pertama dari sistem saluran kelamin yang selanjutnya akan masuk ke rete testis.

Dinding tubulus seminiferus terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu tunika propria, lamina basalis dan lapisan epitelium. Tunika propria terdiri atas beberapa lapisan fibroblas, yang berfungsi sebagai alat transportasi sel spermatozoa dari tubulus seminiferus ke epididimis dengan jalan kontraksi. Lapisan epitel pada tubulus seminiferus terdiri dari dua jenis sel yaitu sel-sel penyokong yang disebut sebagai sel sertoli dan sel-sel spermatogonium. Sel-sel spermatogonium merupakan sel benih sejati, karena sel-sel inilah dihasilkan spermatozoa melalui pembelahan sel. Sel-sel spermatogonium tersusun dalam 4-8 lapisan yang menempati ruang antara membrana basalis dan lumen tubulus.



Sel sertoli berbentuk panjang, berdasar luas, melekat pada membrana basalis, berfungsi merawat sel spermatozoa yang baru saja terbentuk, menghasilkan semacam hormon (inhibin), menghasilkan protein pembawa hormon jantan (ABP = Androgen Binding Protein) dan menghasilkan cairan testis. Diantara lobuli pada testis didapatkan sel-sel yang berbentuk poliglonal disebut sebagai sel interstitiil atau sel leydig yang merupakan sistem endokrin testis.

Rabu, 29 Desember 2010

TELUR, DAGING, SUSU DAN SALMON DIYAKINI DAPAT MERANGSANG PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK


TELUR, DAGING, SUSU DAN SALMON DIYAKINI DAPAT MERANGSANG PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK


Pada postingan sebelumnya, telah nyata bahwa Telur, daging sapi, susu dan ikan Salmon yang merupakan produk pangan asal hewan, sangat penting untuk pertumbuhan anak, terutama pertumbuhan dan perkembangan otak. Oleh sebab itu, jika anak anda ingin tumbuh menjadi anak yang cerdas, sehat dan pintar, maka konsumsilah bahan pangan asal hewan tersebut. Selain itu, berikut disajikan makanan lain yang disinyalir juga dapat meningkatkan pertumbuhan otak anak.
1. Telur
Produk pangan asal hewan, Telur dikenal sebagai sumber penting protein yang relatif murah dan harganya cukup terjangkau. Bagian kuning telur ternyata padat akan kandungan kolin, suatu zat yang dapat membantu perkembangan memori atau daya ingat. Sajikan telur dengan berbagai sajian. Paling nikmat jika rutin disajikan untuk menu sarapan.
2. Salmon
Produk asal hewan lainnya adalah Ikan. Ikan seperti salmon merupakan sumber terbaik asam lemak omega-3 – DHA and EPA – yang keduanya penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fungsi otak.
3. Daging sapi tanpa lemak
Daging sapi tanpa lemak adalah salah atu sumber makanan yang mengandung banyak zat ebsi. Dengan hanya mengonsumsi 1 ons per hari, maka tubuh Anda akan terbantu dalam penyerapan zat besi darai sumrbe lainnya. Daging sapi juga mengandung mineral seng yang dapat membantu memelihara daya ingat . Zat besi adalah jenis mineral esensial yang akan membantu anak-anak tetap berenergi dan berkonsentrasi di sekolag.
4. Gandum murni
Otak membutuhkan suplai atau sediaan glukosa dari tubuh yang sifatnya konstan. Gandum murni memiliki kemampuan untuk mendukung kebutuhan tersebut. Serat yang terkandung dalam gandum murni dapat membantu mengatur pelepasan glukosa dalam tubuh. Gandum juga mengandung vitamin B yang berfungsi memelihara kesehatan sistem saraf.
5. Selai kacang
“Kacang tanah (peanut) dan selai kacang merupakan salah satu sumber vitamin E. Vitamin ini merupakan antioksidan yang dapat melindungi membran-membran sel saraf. Bersama thiamin, vitamin E membantu otak dan sistem saraf dalam penggunaan glukosa untuk kebutuhan energi.
6. Oat/Oatmeal
Oat merupakan salah satu jenis sereal paling populer di kalangan anak-anak dan kaya akan nutrisi penting bagi otak. Oat dapat menyediakan energi atau bahan bakar untuk otak yang sangat dibutuhkan anak-anak mengawali aktivitasnya di pagi hari. Kaya akan kandungan serat, oat akan menjaga otak anak terpenuhi kebutuhannya di sepanjang pagi. Oat juga merupakan sumber vitamin E, vitamin B, potassium dan seng — yang membuat tubuh dan fungsi otak berfungsi pada kapasitas penuh.
7. Sayuran berwarna
Tomat, ubi jalar merah, labu, wortel, bayam adalah sayuran yang kaya nutrisi dan sumber antioksidan yang akan membuat sel-sel otak kuat dan sehat.
8. Susu dan Yogurt
Makanan yang berasal dari produk susu mengandung protein dan vitamin B tinggi. Dua jenis nutrisi ini penting bagi pertumbuhan jaringan otak, neurotransmitter dan enzim. Susu dan yogurt juga bisa membuat perut kenyang karena kandungan protein dan karbohidratnya sekaligus menjadi sumber energi bagi otak. Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa anak-anak dan remaja membutuhkan lebih banyak vitamin D bahkan 10 kali dari dosis yang direkomendasikan. Vitamin D adalah vitamin yang juga penting bagi sistem saraf otot dan siklus hidup sel-sel manusia secara keseluruhan.
9. Kacang-kacangan
Kacang adalah makanan spesial sebab makanan ini memiliki energi yang berasal dari protein serta karbohidrat kompleks. Selain itu, kacang kaya akan kandungan serat, vitamin dan mineral. Kacang juga makanan yang baik untuk otak karena mereka dapat mempertahankan energi dan kemampuan berpikir anak-anak pada puncaknya di sore hari jika dikonsumsi saat makan siang. Menurut hasil penelitian, kacang merah dan kacang pinto mengandung lebih banyak asal lemak omega 3 daripada jenis kacang lainnya — khususnya ALA – jenis asal omega-3 yang penting bagi pertumbuhan dan fungsi otak .
Khsusus bagi yang vegetarian, Anda dapat memanfaatkan kacang hitam dan burger kedelai sebagai pilihan. Kacang-kacangan adalah adalah sumber penting zat besi nonheme — tipe zat besi yang membutuhkan vitamin C untuk di serap oleh tubuh . Mengonsumsi tomat , jus jeruk, strawberry dan kacang-kacangan juga dapat dipilih sebagai upaya mencukupi kebutuhan zat besi.
10. Berry
Beberapa riset menunjukkan mereka yang mendapatkan ekstrak blueberry dan strawberry mengalami perbaikian dalam fungsi daya ingatnya. Biji dari buah berri ini juga ternyata kaya akan asam lemak omega-3. Strawberry, cherry, blueberriy dan blackberry. Secara umum, semakin kuat warnanya, semakin banyak nutritisi yang di kandungnya. Berry mengandung antioksidan kadar tinggi, khususnya vitamin C, yang berfaedah mencegah kanker.

KEDOKTERAN HEWAN TERBUKTI BERCIRI SAMA DENGAN KEDOKTERAN MANUSIA


Mythos dan Legenda Profesi Medis
Profesi kedokteran/kesehatan di zaman dahulu kala dimanapun, berakar dari Mythologi dan hal-hal gaib (magic). Di zaman Yunani kuno, cerita tentang dewa-dewa penyakit dan penyembuh antara lain Apollo, Chiron(digambarkan sebagai manusia berbadan kuda= centaur) dan murid-muridnya antara lain yang terkenal adalah Asklepios (latin:Aesculapius) seorang manusia biasa yang berkemampuan
Simbol dari Aesculapius adalah Ular (As) dan Melingkar (klepios) di batang pohon dimana ular tidak beracun ini merupakan lambang sacral cara penyembuhan zaman kuno. Symbol kedokteran kemudian mengambil dari symbol Aesculapius , sedangkan profesi kedokteran hewan (veteriner) ada yang mengambil Centaur (manusia berbadan kuda) atau Aesculapius.
Maka lambang profesi veteriner mencantumkan huruf “V” dari kata “veterinarius” bersamaan dengan lambang kedokteran (ular melingkari tongkat) atau menggunakan centaur (manusia berbadan kuda sesuai mitos Yunani kuno) Sejarah Kata Veteriner ada beberapa versi ,salah satunya di zaman Romawi Kuno dikenal bangsa Etruscans yang sangat menyukai kuda dan sapi. Hal ini tampak dari gambar-gambar yang merupakan peninggalan kuno. Hewan pada masa itu mempunyai nilai sakral ataupun nilai martabat dan pada ritual-ritual khusus digunakan sebagai hewan kurban .
Kumpulan hewan kurban yang terdiri dari kombinasi beberapa jenis hewan antara lain babi (sus) ,biri-biri (ovis) , sapi jantan (bull) disebut “souvetaurilia” dan pekerjanya disebut sou-vetaurinarii”, yang kemudian diyakini sebagai lahirnya istilah “veterinarius” .Kemungkinan dari terminology lain masih di masa Romawi,dikenal hewan beban sebagai “veterina” dan suatu kamp penyimpanan hewan-hewan tersebut disebut “veterinarium”. Term “veterinarii” juga digunakan pada dukumen kuno sebagai “orang yang memiliki kekebalan khusus” karena memiliki “kompetensi khusus”. Ciri – ciri pekerjaan profesi Kedokteran adalah:
1. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional
2. Pekerjaaannya berlandaskan etik profesi.
3. Mengutamakan panggilan kemanusiaan dari pada keuntungan
4. Pekerjaannya legal melalui perizinan
5. Anggota – anggotanya belajar sepanjang hayat.
6. Anggota – anggotanya bergabung dalam sebuah organisasi profesi.
SIAPA YANG MENGGUNAKAN DOKTER HEWAN?
Pengguna jasa dokter hewan adalah pemilik hewan dimana kepemilikan hewan oleh manusia didasarkan pada beberapa hal:
› Karena memiliki nilai ekonomi/ profit (hewan pangan/hewan produksi)
› Karena nilai psikologis dan empati bagi pemilik perorangan (hewan hobby/ hewan kesayangan/companion animal)
› Karena mempunyai fungsi pendukung khusus bagi negara (pengamanan dan penertiban) misalnya anjing pelacak dan kuda penertib dikeramaian (hewan pekerja milik negara).
› Karena memiliki status khusus berdasarkan kesepakatan internasional sehingga merupakan satwa dilindungi (hewan/satwa konservasi)
› Karena diperlukan untuk kemajuan penelitian ilmu kedokteran /pengetahuan lainnya (hewan laboratorium ).
LAYANAN DOKTER HEWAN SEBAGAI BERIKUT :
I. Berdasarkan Keahlian spesies :
1.Menangani hewan pangan/farm animal
2.Menangani hewan hobby/kesayangan/kepentingan khusus
3.Menangani hewan liar/satwa liar termasuk untuk konservasi.
4.Menangani hewan aquatik/air untuk pangan dan konservasi
5.Menangani hewan laboratorium untuk ilmu kedokteran manusia dan ilmu pengetahuan lainnya.
II.Kompetensi Layanan Medis Veteriner Terhadap Hewan , terdiri atas 2 kategori :
? Layanan medik untuk hewan secara kelompok (herd health), hal ini umumnya di peternakan-peternakan dan dinas-dinas pemerintah.
?I Layanan medik untuk hewan secara individual (individual health), hal ini umumnya pada praktisi hewan kecil, di kebun binatang dan hewan hobi.
III. Berdasarkan Keahlian Keilmuan
Dalam bidang praktisi klinis terbagi atas praktisi hewan ternak dan praktisi spesies individu antara lain: Ahli Bedah, Ahli Mata, Ahli Reproduksi, Ahli Penyakit Dalam, Ahli Dermatologi, Ahli Pathologi Klinik, Ahli Nutrisi Klinik, Ahli Akupunktur Veteriner. Dalam bidang konsultan (non praktisi klinis) antara lain : Ahli Epidemiologi, Ahli Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ahli Kesehatan Daging, Ahli Kesehatan Susu, Ahli Mikrobiologi, Ahli Virologi.