aden ko a

Rabu, 29 Desember 2010

TELUR, DAGING, SUSU DAN SALMON DIYAKINI DAPAT MERANGSANG PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK


TELUR, DAGING, SUSU DAN SALMON DIYAKINI DAPAT MERANGSANG PERTUMBUHAN SEL-SEL OTAK


Pada postingan sebelumnya, telah nyata bahwa Telur, daging sapi, susu dan ikan Salmon yang merupakan produk pangan asal hewan, sangat penting untuk pertumbuhan anak, terutama pertumbuhan dan perkembangan otak. Oleh sebab itu, jika anak anda ingin tumbuh menjadi anak yang cerdas, sehat dan pintar, maka konsumsilah bahan pangan asal hewan tersebut. Selain itu, berikut disajikan makanan lain yang disinyalir juga dapat meningkatkan pertumbuhan otak anak.
1. Telur
Produk pangan asal hewan, Telur dikenal sebagai sumber penting protein yang relatif murah dan harganya cukup terjangkau. Bagian kuning telur ternyata padat akan kandungan kolin, suatu zat yang dapat membantu perkembangan memori atau daya ingat. Sajikan telur dengan berbagai sajian. Paling nikmat jika rutin disajikan untuk menu sarapan.
2. Salmon
Produk asal hewan lainnya adalah Ikan. Ikan seperti salmon merupakan sumber terbaik asam lemak omega-3 – DHA and EPA – yang keduanya penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fungsi otak.
3. Daging sapi tanpa lemak
Daging sapi tanpa lemak adalah salah atu sumber makanan yang mengandung banyak zat ebsi. Dengan hanya mengonsumsi 1 ons per hari, maka tubuh Anda akan terbantu dalam penyerapan zat besi darai sumrbe lainnya. Daging sapi juga mengandung mineral seng yang dapat membantu memelihara daya ingat . Zat besi adalah jenis mineral esensial yang akan membantu anak-anak tetap berenergi dan berkonsentrasi di sekolag.
4. Gandum murni
Otak membutuhkan suplai atau sediaan glukosa dari tubuh yang sifatnya konstan. Gandum murni memiliki kemampuan untuk mendukung kebutuhan tersebut. Serat yang terkandung dalam gandum murni dapat membantu mengatur pelepasan glukosa dalam tubuh. Gandum juga mengandung vitamin B yang berfungsi memelihara kesehatan sistem saraf.
5. Selai kacang
“Kacang tanah (peanut) dan selai kacang merupakan salah satu sumber vitamin E. Vitamin ini merupakan antioksidan yang dapat melindungi membran-membran sel saraf. Bersama thiamin, vitamin E membantu otak dan sistem saraf dalam penggunaan glukosa untuk kebutuhan energi.
6. Oat/Oatmeal
Oat merupakan salah satu jenis sereal paling populer di kalangan anak-anak dan kaya akan nutrisi penting bagi otak. Oat dapat menyediakan energi atau bahan bakar untuk otak yang sangat dibutuhkan anak-anak mengawali aktivitasnya di pagi hari. Kaya akan kandungan serat, oat akan menjaga otak anak terpenuhi kebutuhannya di sepanjang pagi. Oat juga merupakan sumber vitamin E, vitamin B, potassium dan seng — yang membuat tubuh dan fungsi otak berfungsi pada kapasitas penuh.
7. Sayuran berwarna
Tomat, ubi jalar merah, labu, wortel, bayam adalah sayuran yang kaya nutrisi dan sumber antioksidan yang akan membuat sel-sel otak kuat dan sehat.
8. Susu dan Yogurt
Makanan yang berasal dari produk susu mengandung protein dan vitamin B tinggi. Dua jenis nutrisi ini penting bagi pertumbuhan jaringan otak, neurotransmitter dan enzim. Susu dan yogurt juga bisa membuat perut kenyang karena kandungan protein dan karbohidratnya sekaligus menjadi sumber energi bagi otak. Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa anak-anak dan remaja membutuhkan lebih banyak vitamin D bahkan 10 kali dari dosis yang direkomendasikan. Vitamin D adalah vitamin yang juga penting bagi sistem saraf otot dan siklus hidup sel-sel manusia secara keseluruhan.
9. Kacang-kacangan
Kacang adalah makanan spesial sebab makanan ini memiliki energi yang berasal dari protein serta karbohidrat kompleks. Selain itu, kacang kaya akan kandungan serat, vitamin dan mineral. Kacang juga makanan yang baik untuk otak karena mereka dapat mempertahankan energi dan kemampuan berpikir anak-anak pada puncaknya di sore hari jika dikonsumsi saat makan siang. Menurut hasil penelitian, kacang merah dan kacang pinto mengandung lebih banyak asal lemak omega 3 daripada jenis kacang lainnya — khususnya ALA – jenis asal omega-3 yang penting bagi pertumbuhan dan fungsi otak .
Khsusus bagi yang vegetarian, Anda dapat memanfaatkan kacang hitam dan burger kedelai sebagai pilihan. Kacang-kacangan adalah adalah sumber penting zat besi nonheme — tipe zat besi yang membutuhkan vitamin C untuk di serap oleh tubuh . Mengonsumsi tomat , jus jeruk, strawberry dan kacang-kacangan juga dapat dipilih sebagai upaya mencukupi kebutuhan zat besi.
10. Berry
Beberapa riset menunjukkan mereka yang mendapatkan ekstrak blueberry dan strawberry mengalami perbaikian dalam fungsi daya ingatnya. Biji dari buah berri ini juga ternyata kaya akan asam lemak omega-3. Strawberry, cherry, blueberriy dan blackberry. Secara umum, semakin kuat warnanya, semakin banyak nutritisi yang di kandungnya. Berry mengandung antioksidan kadar tinggi, khususnya vitamin C, yang berfaedah mencegah kanker.

KEDOKTERAN HEWAN TERBUKTI BERCIRI SAMA DENGAN KEDOKTERAN MANUSIA


Mythos dan Legenda Profesi Medis
Profesi kedokteran/kesehatan di zaman dahulu kala dimanapun, berakar dari Mythologi dan hal-hal gaib (magic). Di zaman Yunani kuno, cerita tentang dewa-dewa penyakit dan penyembuh antara lain Apollo, Chiron(digambarkan sebagai manusia berbadan kuda= centaur) dan murid-muridnya antara lain yang terkenal adalah Asklepios (latin:Aesculapius) seorang manusia biasa yang berkemampuan
Simbol dari Aesculapius adalah Ular (As) dan Melingkar (klepios) di batang pohon dimana ular tidak beracun ini merupakan lambang sacral cara penyembuhan zaman kuno. Symbol kedokteran kemudian mengambil dari symbol Aesculapius , sedangkan profesi kedokteran hewan (veteriner) ada yang mengambil Centaur (manusia berbadan kuda) atau Aesculapius.
Maka lambang profesi veteriner mencantumkan huruf “V” dari kata “veterinarius” bersamaan dengan lambang kedokteran (ular melingkari tongkat) atau menggunakan centaur (manusia berbadan kuda sesuai mitos Yunani kuno) Sejarah Kata Veteriner ada beberapa versi ,salah satunya di zaman Romawi Kuno dikenal bangsa Etruscans yang sangat menyukai kuda dan sapi. Hal ini tampak dari gambar-gambar yang merupakan peninggalan kuno. Hewan pada masa itu mempunyai nilai sakral ataupun nilai martabat dan pada ritual-ritual khusus digunakan sebagai hewan kurban .
Kumpulan hewan kurban yang terdiri dari kombinasi beberapa jenis hewan antara lain babi (sus) ,biri-biri (ovis) , sapi jantan (bull) disebut “souvetaurilia” dan pekerjanya disebut sou-vetaurinarii”, yang kemudian diyakini sebagai lahirnya istilah “veterinarius” .Kemungkinan dari terminology lain masih di masa Romawi,dikenal hewan beban sebagai “veterina” dan suatu kamp penyimpanan hewan-hewan tersebut disebut “veterinarium”. Term “veterinarii” juga digunakan pada dukumen kuno sebagai “orang yang memiliki kekebalan khusus” karena memiliki “kompetensi khusus”. Ciri – ciri pekerjaan profesi Kedokteran adalah:
1. Mengikuti pendidikan sesuai standar nasional
2. Pekerjaaannya berlandaskan etik profesi.
3. Mengutamakan panggilan kemanusiaan dari pada keuntungan
4. Pekerjaannya legal melalui perizinan
5. Anggota – anggotanya belajar sepanjang hayat.
6. Anggota – anggotanya bergabung dalam sebuah organisasi profesi.
SIAPA YANG MENGGUNAKAN DOKTER HEWAN?
Pengguna jasa dokter hewan adalah pemilik hewan dimana kepemilikan hewan oleh manusia didasarkan pada beberapa hal:
› Karena memiliki nilai ekonomi/ profit (hewan pangan/hewan produksi)
› Karena nilai psikologis dan empati bagi pemilik perorangan (hewan hobby/ hewan kesayangan/companion animal)
› Karena mempunyai fungsi pendukung khusus bagi negara (pengamanan dan penertiban) misalnya anjing pelacak dan kuda penertib dikeramaian (hewan pekerja milik negara).
› Karena memiliki status khusus berdasarkan kesepakatan internasional sehingga merupakan satwa dilindungi (hewan/satwa konservasi)
› Karena diperlukan untuk kemajuan penelitian ilmu kedokteran /pengetahuan lainnya (hewan laboratorium ).
LAYANAN DOKTER HEWAN SEBAGAI BERIKUT :
I. Berdasarkan Keahlian spesies :
1.Menangani hewan pangan/farm animal
2.Menangani hewan hobby/kesayangan/kepentingan khusus
3.Menangani hewan liar/satwa liar termasuk untuk konservasi.
4.Menangani hewan aquatik/air untuk pangan dan konservasi
5.Menangani hewan laboratorium untuk ilmu kedokteran manusia dan ilmu pengetahuan lainnya.
II.Kompetensi Layanan Medis Veteriner Terhadap Hewan , terdiri atas 2 kategori :
? Layanan medik untuk hewan secara kelompok (herd health), hal ini umumnya di peternakan-peternakan dan dinas-dinas pemerintah.
?I Layanan medik untuk hewan secara individual (individual health), hal ini umumnya pada praktisi hewan kecil, di kebun binatang dan hewan hobi.
III. Berdasarkan Keahlian Keilmuan
Dalam bidang praktisi klinis terbagi atas praktisi hewan ternak dan praktisi spesies individu antara lain: Ahli Bedah, Ahli Mata, Ahli Reproduksi, Ahli Penyakit Dalam, Ahli Dermatologi, Ahli Pathologi Klinik, Ahli Nutrisi Klinik, Ahli Akupunktur Veteriner. Dalam bidang konsultan (non praktisi klinis) antara lain : Ahli Epidemiologi, Ahli Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ahli Kesehatan Daging, Ahli Kesehatan Susu, Ahli Mikrobiologi, Ahli Virologi.

MASTITIS PADA TERNAK SAPI


MASTITIS PADA TERNAK SAPI


Sistem reproduksi sapi betina terdiri dari organ genital eksternal dan internal serta kelenjar mammae. Pemeriksaan organ genital eksternal dan kelenjar mammae dapat dilakukan secara visual dibantu dengan indera perabaan (tactile senses), sedangkan pemeriksaan terhadap organ genital internal hanya dapat dilakukan dengan teknik eksplorasi rektal. Pemeriksaan organ reproduksi di antaranya bertujuan untuk melakukan diagnosa penyakit tertentu yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan (reproduksi) hewan secara keseluruhan dan untuk mengetahui status kesehatan reproduksi hewan termasuk fungsi organ-organ reproduksi.
Kebuntingan awal pada sapi dapat diketahui melalui palpasi yaitu ditemukannya suatu massa (embrio) yang membulat (spherical swelling) pada salah satu cornua uterus (pregnant horn of uterus). Embrio selanjutnya berkembang sehingga perbedaan ukuran antara pregnant horn dan non-pregnant horn dapat diketahui dengan jelas. Perbedaan itu berupa adanya peningkatan diameter pada pregnant horn dimana terdapat embrio yang akan berkembang menjadi fetus. Semakin lama umur kebuntingan, semakin besar pula diameter cornua uteri tersebut.
Peningkatan ukuran cornua uteri dapat pula diakibatkan oleh adanya akumulasi cairan yang berasal dari proses patologis, misalnya kondisi pyometra pada kasus endometritis. Terkadang dapat ditemukan discharge purulen pada anterior vagina, namun hal ini bukan merupakan gejala yang konstan (not a constant feature). Endometritis akut pada sapi umumnya disebabkan oleh infeksi post partus. Pada kondisi lebih lanjut sapi yang ditemukan berbaring di tanah (recumbent) dapat dikelirukan dengan gejala hipokalsemia (parturient paresis). Disamping temuan discharge purulen, peradangan pada cervix (cervicitis) biasanya ditemukan pada kasus endometritis yang kronis. Endometritis terutama disebabkan oleh agen Corynebacterium pyogenes atau infeksi Trichmonas foetus. Untuk menentukan diagnosis secara spesifik tidak hanya berdasarkan pemeriksaan makro, tetapi diperlukan pemeriksaan mikroskopis, kultur agen pada media spesifik, dan pemeriksaan serologis.
Dalam beberapa dekade terakhir, proses seleksi telah berhasil menghadirkan sapi perah dengan kriteria high milk yield dan ukuran kelenjar mammae (ambing) yang besar. Oleh karena ukuran ambing yang besar, ditambah lagi dengan posisi lumen puting ambing yang mengarah ke ventral menyebabkan ambing rentan terhadap paparan agen penyakit dan luka akibat trauma mekanis. Selain itu, proses pemerahan susu yang tidak lege artis juga merupakan faktor predisposisi infeksi agen penyakit. Sebagai konsekuensinya, kejadian mastitis pada sapi perah cukup tinggi.
Berbagai perubahan pada ambing dapat diketahui melalui inspeksi (visual examination). Oedema dan kondisi mastitis yang menyebabkan pembengkakan ambing dapat dikenali melalui inspeksi, demikian pula dengan penyusutan ukuran ambing pada kasus atropi ambing akibat mastitis kronis serta adanya luka pada ambing atau puting. Inspeksi dilakukan dengan mengamati kedua kuartir belakang ambing dari posisi belakang sapi dengan mengangkat ekor sapi, sedangkan pengamatan terhadap kedua kuartir depan ambing dilakukan dari posisi samping/lateral hewan. Selanjutnya dibandingkan besar/ukuran tiap kuartir, termasuk kesimetrisan, serta posisi dan kondisi puting. Pada kasus mastitis, dapat diamati adanya disproporsi ukuran antar-kuartir ambing dan pembesaran/pembengkakan ambing. Metode pemeriksaan fisik selanjutnya adalah palpasi. Palpasi dilakukan dengan cara meraba/memegang ambing dan puting yang berguna untuk mengetahui adanya peningkatan suhu ambing (heat), perubahan konsistensi (swelling) serta ada tidaknya respon sakit (pain) pada ambing. Selain pemeriksaan fisik secara inspeksi dan palpasi, diperlukan pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan mikroskopis, kimia, dan/atau kultur sampel air susu untuk peneguhan diagnosis mastitis. Kejadian mastitis semakin rentan terjadi pada sapi yang semakin tua (korelasi mastitis dan umur sapi) yang sangat terkait dengan semakin lemahnya fungsi otot spinchter pada orificium puting susu.
Mastitis pada sapi disebabkan oleh infeksi berbagai agen mikroorganisme, di antaranya Streptococcus spp., Staphylococcus spp., Escherichia coli, Klebsiella spp., Corynebacterium spp., dan sebagainya. Susu mastitis secara makroskopis dapat diamati dari perubahan warna, bau dan konsistensi. Susu mastitis dapat berwarna merah karena adanya perdarahan akibat trauma pada puting atau berwarna putih mirip seperti warna serum. Konsistensi biasanya lebih encer dan terbentuknya gumpalan susu (clot) merupakan temuan yang bersifat khas pada susu mastitis.
Sumber: drh. Gusti Muhammad Sofyan Noor (2006)

MANAJEMEN PEMELIHARAAN PADA SAPI PERAH


MANAJEMEN PEMELIHARAAN
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, pola pemeliharaan sapi potong harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Penyiapan sarana dan peralatan tertutama perkandangan
2. Pembibitan dan pemeliharaan bakalan/bibit
3. Kesehatan dan sanitasi
4. Manajemen pemberian makan
5. administrasi serta perhitungan ekonomi
II.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjaga agar ternak nyaman sehingga dapat mencapai produksi yang optimal, yaitu :
- Persyaratan secara umum :
a. Ada sumber air atau sumur
b. Ada gudang makanan atau rumput atau hijauan
c. Jauh dari daerah hunian masyarakat
d. Terdapat lahan untuk bangunan dengan luas yang memadai dan berventilasi
- Persyaratan secara khusus :
a. Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m atau 2,5 x 2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5 x 1 m per ekor, dengan tinggi atas ± 2-2,5 m dari tanah.
b. Ukuran bak pakan : panjang x lebar = bersih 60 x 50 cm
c. Ukuran bak minum : panjang x lebar = bersih 40 x 50 cm
d. Tinggi bak pakan dan minum bagian dalam 40 cm (tidak melebihi tinggi persendian siku sapi) dan bagian luar 80 cm
e. Tinggi penghalang kepala sapi 100 cm dari lantai kandang
f. Lantai jangan terlalu licin dan terlalu kasar serta dibuat miring (bedakan ± 3 cm). Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.
g. Selokan bagian dalam kandang untuk pembuangan kotoran, air kencing dan air bekas mandi sapi : Lebar (L) x Dalam selokan (D) = 35 x 15 cm
h. Selokan bagian luar kandang untuk pembuangan bekas air cucian bak pakan dan minum : L x D = 10 x 15 cm
i. Tinggi tiang kandang sekurang-kurangnya 200 cm dari lantai kandang
j. Atap kandang dibuat dari genteng
k. Letak kandang diusahakan lebih rendah dari sumber air dan lebih tinggi dari lokasi tanaman rumput. (Hasanudin, 1988). Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m). Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan
kelembaban 75%.
Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya.
II.2 Pembibitan dan pemeliharaan bakalan/bibit
Sapi perah yang cocok dipelihara di Indonesia adalah sapi Shorthorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda) dan Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis). Agar dapat memperoleh bibit sapi perah yang baik diperlukan adanya seleksi baik berdasarkan silsilah, bentuk luar atau antomis maupun berdasarkan jumlah produksi. Ciri-ciri sapi perah betina yang baik:
1. Kepala panjang , sempit, halus, sedikit kurus dan tidak banyak berotot
2. Leher panjang dan lebarnya sedang, besarnya gelambir sedadang dan lipatan-lipatan kulit leher halus
3. Pinggang pendek dan lebar
4. Gumba, punggung dan pinggang merupakan garis lurus yang panjang
5. Kaki kuat, tidak pincang dan jarak antara paha lebar
6. Badan berbentuk segitiga, tidak terlalu gemuk dan tulang-tulang agak menonjol (BCS umumnya 2)
7. Dada lebar dan tulang -tulang rusuk panjang serta luas
8. Ambing besar, luas, memanjang kedepan kearah perut dan melebar sampai diantara paha. Kondisi ambing lunak, elastis dan diantara keempat kuartir terdapat jeda yang cukup lebar. Dan saat sehabis diperah ambing akan terlimpat dan kempis, sedangkam sebelum diperah gembung dan besar.
9. Produksi susu tinggi,
10. Umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak,
11. Berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai keturunan produksi susu tinggi,
12. Tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan
13. Tiap tahun beranak.
II. 3 Kesehatan
Gangguan dan penyakit dapat mengenai ternak sehingga untuk membatasi kerugian ekonomi diperlukan control untuk menjaga kesehatan sapi menjadi sangat penting. Manjememen kesehatan yang baik sangat mempengaruhi kesehatan sapi perah. Gangguan kesehatan pada sapi perah terutama berupa gangguan klinis dan reproduksi. Gangguan reproduksi dapat berupa hipofungsi, retensi plasenta,kawin berulang, endometritis dan mastitis baik kilnis dan subklinis. Sedangkan gangguan klinis yang sering terjadi adalah gangguan metabolisme (ketosis, bloot, milk fever dan hipocalcemia), panaritium, enteritis, displasia abomasum dan pneumonia. Adanya gangguan penyakit pada sapi perah yang disertai dengan penurunan produksi dapat menyebabkan sapi dikeluarkan dari kandang atau culling. Culling pada suatu peternakan tidak boleh lebih dari 25, 3%.
Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk pemeliharaan sapi dengan melihat body condition scoring, nilai BCS yang ideal adalah 3,5 (skala 1-5). Jika BCS lebih dari 4 dapat menyebabkan gangguan setelah melahirkan seperti mastitis, retensi plasenta, distokia, ketosis dan panaritium. Sedangkan kondisi tubuh yang kurus menyebabkan produksi susumenurun dengan kadar lemak yang rendah. Selain itu faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam kesehatan sapi perah adalah lingkungan yang baik, pemerahan yang rutin dan peralatan pemerahan yang baik
II. 4 Manajemen pemberian makan
Pakan sapi terdiri dari hijauan sebanyak 60% (Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja, daun jagung, daun ubi dan daun kacang-kacangan) dan konsentrat (40%). Umumnya pakan diberikan dua kali perhari pada pagi dan sore hari. Konsentrat diberikan sebelum pemerahan sedangkan rumput diberikan setelah pemerahan. . Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari.
Pemberian pakan pada sapi perah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu system penggembalaan, system perkandangan atau intensif dan system kombinasi keduanya. Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti anak sapi sampai sapi dara, periode bunting, periode kering kandang dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).
Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan perhari.Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara intensif dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.
II. 5 Administrasi serta perhitungan ekonomi
Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih konvensional dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Sistem recording meliputi tanggal kelahiran, pencatatan asal usul sapi (pedigree), pencatatan reproduksi sapi seperti sapi kapan terakhir dikawinkan, terakhir melahirkan dan sapi yang terlambat kawin Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam upaya pelaksanaan program manajemen kesehatan sapi perah dari segi kesehatan kelompok memerlukan perhatian, seperti kualitas sumber daya manusia yang baik dan peningkatan program pelayanan kepada peternak.

DAMPAK AVIAN INFLUENZA TERHADAP INDUSTRI PERUNGGASAN DI INDONESIA


Ditulis oleh: Drh. Suryatman Wahyudi (PNS di Pemda Kabupaten Lombok Timur)
Wabah avian influenza (AI) di Asia diawali dengan terjangkitnya peternakan unggas di China. Kemudian wabah AI menyebar dengan cepat ke negara-negara tetangga, Thailand, Vietnam, Malaysia, Philipina dan Indonesia (Ilham dan Yusdja, 2008).
Munculnya wabah virus high pathogenic avian influenza (HPAI) H5N1 sekitar bulan Agustus 2003 yang pertama kali ditemukan pada beberapa peternakan ayam ras komersial di Jawa Barat dan Jawa tengah. Kasus tersebut meluas ke berbagai daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Bali, serta beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2003, wilayah yang terjangkit penyakit tersebut mencakup 9 provinsi, yang terdiri dari 51 kabupaten/kota dan jumlah ayam/unggas yang mati mencapai 4,13 juta ekor. Pada tahun 2004, Departemen Pertanian pernah memperkirakan kerugian akibat wabah avian influenza berkisar antara 488 milyar rupiah sampai 7,7 trilyun rupiah (Asmara, 2007).
Jumlah kematian unggas akibat serangan virus AI sejak bulan Agustus 2003 sampai dengan November 2005 diperkirakan telah mencapai 10,45 juta ekor. Jumlah kematian unggas pada tahun 2005 cenderung menurun drastis dibandingkan dengan tahun 2003 maupun tahun 2004, walaupun daerah terserang cenderung meluas. Di tengah menurunnya kasus AI di peternakan unggas, kita dikejutkan dengan kejadian AI pada orang di Indonesia. Pada bulan Juli 2005, kasus AI pada manusia pertama di Indonesia dilaporkan di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten walaupun sumber penularan tidak diketahui dengan pasti (Asmara, 2007). Data terakhir menyebutkan bahwa virus HPAI H5N1 dinyatakan endemik di 31 dari 33 provinsi kecuali Gorontalo dan Maluku Utara (Basuno, 2008; Susanti et al., 2008).
Menurut laporan FAO tahun 2004, dampak AI pada sektor peternakan unggas adalah menurunnya permintaan DOC di daerah terinfeksi yaitu 57,9 persen untuk broiler dan 40,4 persen untuk layer. Produksi menurun 40,7 untuk broiler dan 52,6 persen untuk layer. Selain itu permintaan pakan turun 45 persen, sedangkan untuk lapangan kerja di daerah terinfeksi menurun 39,5 persen.
Basuno (2008) menyatakan akibat dari wabah AI tersebut terjadi penurunan produksi telur dan daging 30-40 persen. Beberapa perusahaan peternakan, khususnya perusahaan rakyat gulung tikar karena terjadinya permintaan telur dan daging. Dampak wabah AI dapat dilihat dari suplai DOC untuk broiler dan layer setelah bulan Oktober 2003. Suplai yang sebelumnya berfluktuasi secara normal, berubah menjadi menurun tajam sampai bulan Pebruari 2004. Meskipun pada bulan Maret sampai Juni 2004 suplai DOC mulai pulih kembali, namun suplainya tetap di bawah kondisi normal. Produksi DOC dalam negeri diperkirakan mengalami penurunan sebesar 9,6 persen untuk broiler dan 27,5 persen untuk layer. Kegiatan ekspor dan impor juga mengalami gangguan dengan terjadinya wabah AI. Pada tahun 2002 Indonesia mengimpor DOC broiler dan layer dalam kondisi normal. Setelah wabah tahun 2003, impor DOC broiler langsung dihentikan, tetapi impor telur tetas masih berlangsung. Pada tahun 2004 impor DOC maupun telur tetas telah dihentikan seluruhnya sehubungan dengan kebijakan pemerintah yang melarang impor bibit dari negara-negara yang tertular AI.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa selain itu, wabah AI mempengaruhi angka ekspor DOC tahun 2003 dan mengalami penurunan sekitar 30 persen dibandingkan angka ekspor tahun 2002. Hal ini disebabkan adanya penolakan dari negara-negara importer karena mewabahnya AI di Indonesia, sehingga pada tahun 2004 tidak ada ekspor lagi. Untuk broiler bahkan tahun 2003 sudah tidak ada ekspor lagi, kecuali telur tetas yang jumlahnya setara dengan 695 ribu ekor DOC. Wabah AI membawa kerugian cukup besar bagi pembibit, mengingat investasi untuk memproduksi DOC dengan tujuan ekspor dan pasar dalam negeri terpaksa menganggur.
Dampak Avian Influenza Terhadap Peternakan Rakyat
Dampak AI selain menimbulkan dampak pada sektor industri perunggasan besar, tetapi juga menyebabkan efek yang besar terhadap perkembangan peternakan unggas skala kecil atau peternakan rakyat terutama karena sebagian besar peternakan unggas merupakan peternakan kecil dan berada di pedesaan.
Produsen unggas di Indonesia merupakan sektor yang didominasi oleh industri rumah tangga berskala kecil. Penurunan permintaan daging unggas memberikan dampak terhadap penerimaan rumah tangga tersebut. Hal ini menjadi alasan untuk menekan pemerintah untuk mengambil tindakan menurunkan potensi kerugian atau memberikan kompensasi di level peternak. Namun demikian, kompensasi tersebut ternyata belum mampu menutup kerugian (minimal menutup biaya produksi) yang diderita peternak. Kendala keterbatasan anggaran negara seringkali menjadi kendala bagi pemerintah untuk mengantisipasi merebaknya AI (Oktaviani et al., 2008).
FAO mengklasifikasikan wabah AI terutama terjadi pada sektor 3 dan 4. Sektor 3 berperan besar terhadap produksi telur dan daging yakni sekitar 60 persen dari total produksi. Selain itu sektor 3 juga menyediakan kesempatan kerja yang berarti di pedesaan. Sedangkan peternakan sektor 4 merupakan lapangan usaha yang umum terdapat di pedesaan dan wilayah sub urban. Mereka memelihara ayam buras, itik, merpati dan puyuh sebagai bagian dari pendapatan rumah tangga. Pada umumnya usaha pada sektor ini merupakan usaha sambilan, namun memberikan sumbangan pendapatan yang tergolong penting bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (FAO, 2004). Dengan demikian, wabah AI jelas memberikan dampak sosial ekonomi yang sangat besar pada sektor 3 dan 4 ini (Ilham dan Yusdja, 2008).
Peternak pada sektor 3 umumnya mempunyai 2 sistem produksi yaitu peternak mandiri dan peternak bermitra. Peternak bermitra terdiri atas dua bentuk yakni bermitra dengan perusahaan komersial dan bermitra dengan pemilik modal. Peternak mandiri mempunyai kebebasan dalam membuat keputusan pembiayaan dan pemasaran hasil. Peternak yang bermitra dengan perusahaan komersial dan dengan pemilik modal mempunyai ketergantungan pada pelayanan input dan produksi perusahaan komersial dan pemilik modal, karena itu harus memenuhi semua peraturan yang dikembangkan dalam kemitraan tersebut.
Wabah AI yang terjadi pada sektor 4 memberikan dampak yang luas karena mencakup para pelaku yang berhubungan dengan sektor ini, antara lain peternak, pedagang dalam berbagai level, termasuk perusahaan pemotongan ayam. Dalam bentuk kemitraan, peternak dalam pengadaan input sangat tergantung pada pelayanan yang tersedia di sekitar lokasi. Pelayanan input ini dilakukan para pengusaha penjualan input seperti poultry shop (Ilham dan Yusdja, 2008).
Kajian terhadap dampak AI pada usaha peternakan rakyat memperlihatkan bahwa diantara usaha peternakan rakyat yang paling menderita akibat AI adalah usaha ayam petelur baik yang terintegrasi maupun yang mandiri. Peternakan ayam petelur ternyata lebih rentan terhadap wabah AI dibandingkan dengan ayam broiler. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu (1) siklus pemeliharaan layer membutuhkan waktu relatif panjang yakni 18 bulan, (2) ayam petelur dipelihara dengan sebaran umur yang berlainan, (3) biosekuriti pada ayam petelur relatif lebih komplek dan mahal dibandingkan dengan ayam broiler (Yusdja et al, 2004).
Lebih jauh diungkapkan Yusdja et al. (2004) bahwa kerugian akibat wabah AI dapat bersifat langsung berupa kematian dan dampak tidak langsung akibat dari penurunan konsumsi hasil ternak yang mendorong penurunan harga-harga hasil ternak. Nilai kerugian akibat dampak langsung berupa kematian tergantung jenis perusahaannya. Misalnya, untuk usaha ayam broiler pada perusahaan komersial mandiri dan komersial terintegrasi, kerugiannya masing-masing Rp. 10.280/ekor dan Rp. 7.942/ekor. Pada perusahaan ayam petelur, kerugiannya relatif lebih tinggi. Misalnya pada perusahaan komersial mandiri dan komersial terintegrasi, kerugiannya masing-masing Rp. 23.297/ekor dan Rp. 15.364/ekor. Kalau dampak tidak langsung juga diperhitungkan maka kerugiannya adalah Rp. 66.000/ekor dan Rp. 63.080/ekor untuk perusahaan komersial mandiri dan komersial terintegrasi.
Kerugian akibat wabah AI pada sektor 3 dan 4 terutama disebabkan karena usaha peternakan ini berperan sangat penting dalam struktur pendapatan keluarga. Dampak wabah AI menyebabkan penurunan sumbanagan usaha ternak unggas terhadap pendapatan keluarga, khususnya bagi peternak kecil yaitu sebesar 10 persen. Akibatnya terjadi penurunan pengeluaran keluarga sekitar 20 persen bagi peternak kecil (Basuno, 2008).
Bahan Bacaan:
Asmara, W. 2007. Peran Biologi Molekuler Dalam Pengendalian Avian Influenza dan Flu Burung. http://www.komnasfbpi.go.id/files/naskah pidato-Guru Besar UGM_Widya_Asmara.pdf. [20Januari 2009]
Basuno, E. 2008. Review Dampak Wabah dan Kebijakan Pengendalian Avian Influenza di Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian Volume 6 No. 4.
Ilham, N., dan Yusdja, Y. 2008. Dampak Flu Burung Terhadap Kesejahteraan Peternak Skala Kecil di Indonesia. http://peternakan.litbang.deptan.go.id. [19 Januari 2009].
Oktaviani, R., Sahara., Puspitawati, E., 2008. Dampak Merebaknya Flu Burung Terhadap Ekonomi Makro Indonesia: Suatu Pendekatan CGE. Depertemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
Susanti, R., R. Soejoedono., I.G.N.K. Mahardika., I.W.T. Wibawan., dan M.T. Suhartono. 2007. Potensi Unggas Air Sebagai Reservoir Virus High Pathogenic Avian Influenza subtipe H5N1. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/jitv/jitv 122-11.pdf. [19 Januari 2008].
Yusdja, Y., E. Basuno., I.W. Rusastra., M. Ariani., Suharsono., dan P. Situmorang. 2004. Penelitian Dampak Kasus Avian Influenza Terhadap Sistem Produk Unggas di Indonesia dengan Fokus Utama Peternak Kecil Mandiri. Kerjasama Antara Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dengan Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan dan FAO-RAP Bangkok-TCP/RAS/3010.

PERKEMBANGAN TELUR AYAM HINGGA MENETAS


Ada baiknya sebagai insan dunia veteriner, kita semakin memahami tentang bagaimana perkembangan telur ayam dari hari ke hari hingga ayam menetas.
Masa pengeraman selama 21 hari merupakan masa yang sangat kritis untuk menentukan kelahiran seekor anak ayam. Embrio di dalam telur ini tumbuhsecara luar biasa setiap harinya sampai akhirnya menetas menjadi anak ayam.
Secara garis besar, dari berbagai literatur menyampaikan perkembangan embrio selama 21 hari pengeraman sampai akhirnya jadi anak ayam yang mungil (DOC atau Day Old Chicken) prosesnya sebagai berikut:
Pada hari ke-1 sejumlah proses pembentukan sel permulaan mulai terjadi. Sel permulaanuntuk sistem pencernaan mulai terbentuk pada jam ke-18. pada jam-jamberikutnya, secara berturut-turut sampai dengan jam ke-24, mulai jugaterbentuk sel permulaan untuk jaringan otak, sel permulaan untuk jaringantulang belakang, formasi hubungan antara jaringan otak dan jaringan syaraf,formasi bagian kepala, sel permulaan untuk darah, dan formasi awal syarafmata.
Pada hari ke-2 embrio mulai bergeser ke sisi kiri, dan saluran darah mulai terlihat padabagian kuning telur. Perkembangan sel dari jam ke-25 sampai jam ke-48secara berurutan adalah pembentukan formasi pembuluh darah halus danjantung, seluruh jaringan otak mulai terbentuk, selaput cairan mulai terlihat,dan mulai juga terbentuk formasi tenggorokan.
Lalu pada hari ke-3 dimulainya pembentukan formasi hidung, sayap, kaki, dan jaringanpernafasan. Pada masa ini, selaput cairan juga sudah menutup seluruh bagianembrio.
Selanjutnya pada hari ke-4 sel permulaan untuk lidah mulai terbentuk. Pada masa ini, embrio terpisahseluruhnya dari kuning telur dan berputar ke kiri. Sementara itu, jaringansaluran pernafasan terlihat mulai menembus selaput cairan.
Kemudian pada hari ke-5 saluran pencernaan dan tembolok mulai terbentuk. Pada masa ini terbentukpula jaringan reproduksi. Karenanya sudah mulai dapat juga ditentukan jeniskelaminnya.
Lantas hari ke-6 pembentukan paruh dimulai. Begitu juga dengan kaki dan sayap. Selain itu,embrio mulai melakukan gerakan-gerakan.
Berikutnya hari ke-7, ke-8, dan ke-9 jari kaki dan sayap terlihat mulai terbentuk. Selain itu, perut mulai menonjol karena jeroannya mulai berkembang. Pembentukan bulu juga dimulai. Pada masa-masa ini, embrio sudah seperti burung, dan mulutnya terlihat mulaimembuka.
Ketika hari ke-10 dan ke-11 paruh mulai mengeras, jari-jari kaki sudah mulai sepenuhnya terpisah, danpori-pori kulit tubuh mulai tampak.
Saat hari ke-12Jari-jari kaki sudah terbentuk sepenuhnya dan bulu pertama mulai muncul.
Hari ke-13 dan ke-14 sisik dan kuku jari kaki mulai terbentuk. Tubuh pun sudah sepenuhnyaditumbuhi bulu. Pada hari ke-14, embrio berputar sehingga kepalanya tepatberada di bagian tumpulnya telur.
Hari ke-15 jaringan usus mulai terbentuk di dalam badan embrio.
Waktu hari ke-16 dan ke-17 sisik kaki, kuku, dan paruh semakin mengeras. Tubuh embrio sudahsepenuhnya tertutupi bulu yang tumbuh. Putih telur sudah tidak ada lagi, dankuning telur meningkat fungsinya sebagai bahan makanan yang sangat pentingbagi embrio. Selain itu, paruh sudah mengarah ke rongga kantung udara, selaput cairan mulai berkurang, dan embrio mulai melakukan persiapan untukbernafas.
Ketika hari ke-18 dan ke-19 pertumbuhan embrio sudah mendekati sempurna. Kuning telur mulai masukke dalam rongga perut melalui saluran tali pusat. Embrio juga semakin besarsehingga sudah memenuhi seluruh rongga telur kecuali rongga kantung udara.
Kala hari ke-20 kuning telur sudah masuk sepenuhnya ke dalam tubuh embrio. Embrio yanghampir menjadi anak ayam ini menembus selaput cairan, dan mulai bernafasmenggunakan udara di kantung udara. Saluran pernafasan mulai berfungsi danbekerja sempurna.
Akhirnya hari ke-21Anak ayam menembus lapisan kulit telur dan menetas menjadi DOC.
Sumber: drh. Yonathan Rahardjo dan Berbagai sumber

BRUCELLOSIS PADA TERNAK SAPI


BRUCELLOSIS PADA TERNAK SAPI
SAPI sakit_ilustrasi
Brucellosis adalah penyakit reproduksi menular ruminansia yang disebabkan oleh kuman Brucella sp (Anonimus 1, 2004). Penyakit ini merupakan penyakit penting di Indonesia yang dapat menular ke manusia (zoonotik) (Anonimus 1, 2004). Brucellosis dilaporkan menyebar ke berbagai wilayah Indonesia sehingga menimbulkan kerugian ekonomis yang cukup besar bagi pengembangan peternakan akibat kematian dan kelemahan pedet, abortus, infertilitas, sterilitas, penurunan produksi susu dan tenaga kerja ternak, serta biaya pengobatan dan pemberantasan yang mahal (Anonimus 1, 2004).
Brucella menyebabkan keguguran atau keluron pada umur kebuntingan tertentu (Soejodono, 1999). Di Indonesi penyakit ini disebut juga penyakit keluron menular atau Bang (Soejodono, 1999).Bakteri penyebabnya sampai saan ini telah diidentifikasikan sebagai 6 (enam) spesies yaiu Brucella melitensis, Brucella abortus, Brucella suis, Brucella neotomae, Brucella ovis, dan Brucella canis (Soejodono, 1999). .
Infeksi Brucella sp. bersifat fakultatif intraseluler yang bersifat kronis (Anonimus 1, 2004). Pada ternak terinfeksi akan terbentuk reaksi tanggap kebal humoral secara persisten atau bertahan lama dengan terbentuknya antibodi di dalam serum (Anonimus 1, 2004). Antibodi tersebut dapat dideteksi dengan uji coba serologis seperti Rose Bengal Test (RBT) dan Complement Fixation Test (CFT) (Anonimus 1, 2004).
Usaha pencegahan dan pengendalian terhadap Brucellosis sapi pada umumnya terfokus pada pemberantasan penyakit dengan mengendalikan populasi sapi bebas dari agen penyakit (Siregar, 2000). Oleh karena itu semua usaha Dinas Peternakan diarahkan pada mencegah berpindahnya dan menyebarnya agen penyakit serta mencegah penderita baru (Siregar, 2000). Pada prinsipnya vaksinasi sapi betina muda dengan vaksin inaktif (strain 19) perlu dilakukan pada wilayah dengan prevalensi Brucellosis tinggi, dengan tujuan sementara untuk menurunkan jumlah keguguran (Siregar, 2000).
DIAGNOSA SEROLOGIS Brucella abortus
Pemeriksaan bakteriologis terhadap Brucellosis pada dasarnya dapat dilakukan (Siregar, 2000) . Hanya saja pemeriksaan tersebut sangat sulit dan relatif memakan waktu banyak (Siregar, 2000). Dengan demikian alternatif pemeriksaan secara serologis lebih mudah dilakukan, dengan memperhatikan ketelitian pengamatan dan interpretasi (Siregar, 2000).
Uji serologis yang dapat dilakukan adalah menggunakan Rose Bengal Presipitation Test (RBT), Semen Agglutination Test (SAT), Complement Fixation Test (CFT) dan Enzyme-linked Immunosorbent assay (ELISA) (Siregar, 2000). Kendala dalam uji serologis ini adalah munculnya reaksi positif palsu, reaksi silang dengan antibodi yang ditimbulkan oleh bakteri lain seperti Yersinia enterocolitica, E. coli, Vibrio cholerae (Siregar, 2000).
Penilaian uji serologis Brucellosis akan sulit dilakukan tanpa ada pengetahuan mengenai respon antibodinya (Anonimus 2, 2000). Antibodi adalah serum protein yang dihasilkan oleh sel limfosit sebagai respons terhadap infeksi atau vaksinasi (Anonimus 2, 2000). Pada hewan ruminansia, serum protein yang disebut immunoglobulin diklasifikasikan menjadi IgG1, IgG2, IgM dam IgA (Anonimus 2, 2000). Fungsi immunoglobulin adalah menginaktifkan dan meneleminasi antigen dengan jalan mengikatnya, sehingga mengakibatkan aglutinasi, antigen lebih peka terhadap fagositosis dan merupakan awal reaksi dari ikatan komplemen, sehingga menyebabkan sel menghancurkan diri (lysis) (Anonimus 2, 2000).
Ditjen Bina Produksi Peternakan menetapkan bahwa , semua CFT sebagai uji serologis akhir untuk menetapkan ternak menderita Brucellosis dan hanya hasil negatif yang diperbolehkan dilalulintaskan (Siregar, 2000). Dalam melaksanakan uji tapis secara serologic MRT, RBT dan CFT dapat dilaksanakan (Siregar, 2000).

Dalam menjalankan usaha pengendalian Brucellosis dilapangan dianjurkan beberapa pola sebagi berikut, yaitu : 1. Uji tapis yang dilaksanakn pada sapi-sapi yang diketahui gejala klinisnya, 2. Uji tapis yang dilaksanakn terutama pada sapi-sapi perah yang bernaung dibawah koperasi (Siregar, 2000).
Pola satu ini diarahkan pada pengamatan gejala klinis :
1. Untuk sapi betina yang diduga menderita Brucellosis karena :
a. Sapi dara bunting pertama mengalami keguguran pada usia kebuntingan 5-7 bulan.
b. Sapi betina dewasa produktif mengalami keguguran pada usia 5-7 bulan.
c. Sapi betina dewasa pernah diketahui mengalami keguguran pada usia kebuntingan 5-7 bulan dan setelah dilakukan 3-4 kali inseminasi buatan belum bunting lagi.
2. a. Sapi jantan dewasa terutama yang dipilih sebagi donor semen atau yang dipakai sebagai pejantan kawin alam.
b. Sapi jantan lainnya pada kelompok ternak tertentu yang menderita orkiditis dan atau epididimitis.
Uji MRT dengan menggunakan susu kelompok atau individu , secara teoritis dapat juga dilakukan pada sapi potong, namun hal tersebut sulit dilakukan karena susu induk pada umumnya untuk membesarkan anaknya (Siregar, 2000). Tetapi pada sapi perah lebih mudah karena berada di kandang dan biasa diperah (Siregar, 2000).
1. MRT dengan hasil uji negatif kemungkinan keguguran disebabkan oleh penyakit lain, kemudian uji ulang serologis harus dilakukan tiga bulan kemudian. Bila MRT positif dapat dilanjutkan dengan uji RBT.
2. RBT negatif dapat pula disebabkan karena penyakit lain, pemeriksaan ulang setelah tiga bulan tetap harus dilaksanakan.
3. Bila RBT positif , maka dilanjutkan dengan uji CFT.
4. Bila CFT ternyata negatif, sapi tersebut dianggap bebas penyakit.
5. Bila CFT positif, maka sapi tersebut dikeluarkan dari kandang/ kelompok sapi untuk dipotong. Kandang didisinfeksi sehingga mengurangi kemungkinan penularan pada sapi lainnya.
Uji tapis pola 2 mungkin lebih sesuai untuk dilaksanakan pada sapi-sapi perah yang bernaung pada koperasi. Biasanya koperasi membagi dalam kelompok dan sub kelompok peternak. Pengelompokan bisa berdasar kedekatan beberapa kandang peternak atau menurut lokasi. Dimana produksi susu perhati tersebut digabung pengirimannya.
1. Milk Rink Test (MRT) dilakukan pada susu gabungan
a. Hasil negatif dilanjutkan dengan pengambilan sample dari sub kelompok peternak sampai susu individu sapi dikandang. Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan hasil yang akurat. Bila sampai pemeriksaan individu sapi MRT masih menghasilkan uji negatif, maka kelompok sapi-sapi pada kelompok peternak dianggap bebas dari Brucellosis. Untuk kelompok ini test dulangi setelah tiga bulan.
b. Bila MRT positif, maka pemeriksaan dilakukan sampai ke sub kelompok peternak, susu sapi sekandang dan individu sapi.
2. Semua sapi-sapi yang memberikan hasil positif dilanjutkan pemeriksannya dengan CFT. Sapi dengan hasil uji CFT negatf dianggap bebas Brucellosis, dan dipisahkan dari sapi yang positif, yang harus dikeluarkan dari kandang
3. Sapi-sapi yang positif dilanjutkan pemeriksannya dengan CFT. Sapi dengan hasil uji CFT negatif dianggap bebas Brucellosis, dan dipisahkan dari sapi yang positif, yang harus dikeluarkan dari kandang.
Pola 2 ini memerlukan biaya yang lebih tinggi dan waktu yang lama serta membutuhkan tenaga yang terampil dilapangan, tetapi dapat menghasilkan data prevalensi sesungguhnya, sehingga tindakan yang akan diambil lebih tepat (Siregar, 2000).
INTERPRETASI UJI TAPIS SEROLOGIS
Milk Ring Test (MRT) dapat dgunakan untuk uji tapis Brucellosis pada kelompok ternak maupun individu sapi (Siregar, 2000). Bila populasi sapi laktasi melebihi 1000 ekor, maka sensitivitas (Kemampuan suatu uji dalam mendeteksi hewan sakit secara tepat (Siregar, 2000). Rendahnya angka sensitivitas akan menghasilkan negatif palsu) uji MRT menjadi kurang peka (Siregar, 2000). Susu yang dipakai untuk keperluan uji, harus segar tidak boleh dibekukan atau homogenisasi, tetapi dapat disimpan pada suhu 40C selam 24 jam. Positif palsu dapat terjadi pada sapi yang baru divaksinasi, atau susu berasal dari kolostrum atau menderita mastitis.
Rose Bengal Test (RBT) dianggap sangat sensitive terutama pada sapi yang telah divaksinasi. Oleh karena itu hasil uji positif harus dilanjutkandengan pemeriksaan uji Complement Fixation Test (CFT), yang dianggap paling sensitive terhadap Brucellosis (Siregar, 2000).
Tujuan untuk melakukan suatu uji adalah agar mengetahui apakah seekor sapi menderita Brucellosis atau tidak, artinya kita ingin mengetahui data sapi yang sehat dan yang sakit sehingga dapat dipisahkan kelompok yang hasil ujinya serologis negatif (sehat) dengan kelompok hasil uji positif (sakit) dalam frekuensi-distribusi yang terpisah (Siregar, 2000). Namun dalam prakteknya, karena suatu uji serologis didasarkan pada penetapan empiris, maka disepakati harga ambang yang memisahkan positif dan negatif pada nilai titer tertentu, sehingga ada perbedaan pengamatan positif secara klinis dengan pegamatan titer positif secara serologis. Maka pengamatan klinis positif dan hasil serologis dapat menghasilkan sebagian positif dan sebagian lagi negatif (Siregar, 2000).
Penentuan cutting point (nilai ambang) perlu berhati hati karena apabila posiif palsunya lebih banyak maka ini akan merugikan peternak (Siregar, 2000). Apabila negatif palsunya lebih banyak maka akan menghambat usaha pemberantasan Brucellosis (Siregar, 2000).
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah informasi mengenai gejala klinis, menetapkan populasi sapi dengan gejala klinis dugaan terhadap Brucellosis dan dugaan tidak menderita Brucellosis (Siregar, 2000).
Negatif palsu dapat terjadi karena beberapa alas an (Anonimus 2, 2000):
1. Pada masa inkubasi.
2. Infeksi laten pada anak sapi, sapi dara dan sapi bunting.
3. Segera sebelum dan setelah keguguran atau kelahiran, biasanya reaksi tertunda 2-4 minggu.
4. Infeksi kronis.
5. kesalahan petugas dalam pemberian label sample atau sample tertukar sewaktu pemeriksaan dilaboratorium.
Positif palsu dapat terjadi karena beberapa alas an (Anonimus 2, 2000) :
1. Adanya titer antibody yang persisten setelah vaksinasi dan ini sering terjadi dilapangan. Sebaiknya anak sapi yang divaksin S19 pada umur 3 dan 9 bulan sebaiknya tidak diambil sampelnya pada umur dibawah 20 bulan.
2. Adanya reaksi silang (cross reaction) dengan bakteri lain seperti Yersinia enterocolitica serotipe IX dan beberapa species Salmonella dan Pasteurella.
3. Beberapa hewan menghasilkan abnormal serum globulin yang dapat menimbulkan reaksi aglutinasi.
4. Menggunakan alat suntik untuk vaksinasi S19 dengan vaksinasi lain atau untuk keperluan pengobatan. Alat suntik yang mengandung S19 sulit disterilkan pada kondisi lapangan.
PEMUPUKAN
Evaluasi uji serologis juga dapat dilakukan dengan pemupukan (kultur) terhadap serum hewan atau jaringan yang memperlihatkan hasil uji serologi positif (Anonimus 2, 2000). Pada BPPH wilayah maros terhadap jumlah spesimen uji serologi positif yang menunjukkan hasil pemupukan kultur positif (Anonimus 2, 2000).
Beberapa media yang dapat digunakan adalah (Madkour, 1989) :
a. Serum dextrose Agar (SDA).
b. Farrells Antibiotic Medium.
c. Glycerol Dextrose Agar.
d. Modified Brodie and Sintons liquid medium.
e. Castaneda biphasic medium culture bottles.
f. Modified vancomycin-colistimethate-nystatin (VCN) medium.
g. Dye sensitive test media
h. Dan lain-lain
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK
Swap dari vagina, plcenta, dan jaringan pada kejadian aborsi dapat di buat preparat ulas, kemudian di warnai dengan pewarnaan Stamp modifikasi Ziehl neelsen, Koster dan Macchiavello (Madkour, 1989). Brucella tidak akan terwarnai oleh asam lemah ataupun basa, dan muncul dengan warna merah atau oranye, sering dikelirukan dengan Chlamydia dan Coxiella burnettii (Madkour, 1989). FAT dapat dilakukan sebagai alternatif (Madkour, 1989)
PEMERIKSAAN IN VIVO
Brucella yang berasal dari susu dan material lain yang terkontaminasi dapat diinokulasikan intra muscular pada Hamster (Madkour, 1989). Hamster akan mati dalam 4-6 minggukemudian limpa, testis, epididimis dan limfoglandulanya di sub cultrure ke SDA (Madkour, 1989). Untuk Brucella canis yang diisolasi dari darah anjing dapat di inokulasikan pada telur berumur 6-8 hari (Madkour, 1989). Apabila embrionya telah mati, diambil hatinya kemudian di sub culturkan pada SDA (Madkour, 1989).
ANTIGEN BRUCELLA ROSE BENGAL
Antigen Brucella Rose Bengal adalah sediaan yang dibuat dari sel kuman Brucella abortus S19 yang diwarnai dengan pewarna Rose Bengal sehingga berwarna merah jambu (Anonimus 1, 2004). Uji Rose Bengal digunakan sebagai uji saring (screening test) dalam diagnosis serologis secara kuantitatif terhadap brucelosis (Anonimus 1, 2004). Apabila hasil pengujian menghasilkan reaksi positip maka dilanjutkan dengan uji ikatan komplemen (Complement Fixation Test CFT) untuk peneguhan diagnosis cara kualitatif (Anonimus 1, 2004).
Uji RBT memiliki sensitivitas yang tinggi sehingga berguna untuk mendiagnosa penyakit brucellosis pada daerah dengan tingkat prevalensi yang rendah tetapi presentasi vaksinasi cukup tinggi (Anonimus 1, 2004). Uji RBT dapat mendeteksi antibodi yang terbatas pada IgG terhadap B.abortus yang spesifitasnya sangat tergantung pada pH media yang digunakan (Anonimus 1, 2004).
KOMPOSISI
Antigen Rose Bengal dibuat dari biakan B.abortus S19 yang diperbanyak dalam media trypticase soy agar (Anonimus 1, 2004).
Suspensi kuman ditetapkan pada konsentrasi 8% dalam larutan penyangga asam (pH 3,57) (Anonimus 1, 2004). Keasaman pH untuk mencegah aglutinasi antibodi non spesifik (IgM) (Anonimus 1, 2004).
Suspensi kuman diwarnai dengan pewarna Rose Bengal sehingga berwarna merah jambu (Anonimus 1, 2004).
Disimpan pada suhu 40-80 C agar dapat bertahan lama (Anonimus 1, 2004).
Sebanyak 0,025 ml sampel serum dimasukkan ke dalam setiap lubang cawan mikro.
Tambahkan 0,025 ml antigen Rose Bengal (Anonimus 1, 2004).
Aduk larutan tersebut dengan cara menggoyangkan cawan mikro selama 4 menit.
Baca reaksi di atas lampu neon yang terang (Anonimus 1, 2004).
PEMBACAAN HASIL
Positip (+) apabila terjadi aglutinasi sempurna (Anonimus 1, 2004).
Meragukan (+) bila aglutinasi tidak sempurna (Anonimus 1, 2004).
Negatip (-) bila tidak terjadi aglutinasi sama sekali (Anonimus 1, 2004).
COMPLEMENT FIXATION TEST
Umumnya mendeteksi IgG1, juga sedikit IgM (Anonimus 2, 2000). Reaksi positif tidak dapat membedakan antara hewan yang divaksin dengan infeksi alam (Anonimus 2, 2000).
ELISA
Lebih sensitive dibandingkan dengan CFT (Anonimus 2, 2000). Secara umum uji ini mengatasi masalah prozone, karena IgG1 menghambat IgG2 (Anonimus 2, 2000). Menghindari reaksi anti komplimentari yang sering timbul pada CFT (Anonimus 2, 2000).
RESPON ANTIBODI TERHADAP Brucella abortus
Produksi antibody setelah infeksi dipengaruhi oleh status fisiologi hewan, umur dan lain-lain (Anonimus 2, 2000). Respon antibody yang diperoleh adalah (Anonimus 2, 2000) :
1. Infeksi alam
IgM pertama kali diproduksi beberapa hari dan mencapai puncaknya kira-kira 2 minggu setelah infeksi. Pada saat itu juga IgG1 dan IgG2 mulai timbul dan mencapai puncaknya kira-kira 1 bulan.
2. Vaksinasi S19
Jumlah IgM yang diproduksi lebih besar daripada infeksi alam, sedangkan IgG lebih rendah dan umumnya adalah IgG1
Daftar Pustaka
Alton GG, Jones LM, Angus RD, and Verger JM. 1991. Techniques for the Brucellosis Laboratory. Institut National De La Recherche Agronomique. Paris
Anonimus 1. 2004. http://iniansredef.org/products.htm
Anonimus 2. 2000. Pedoman Surveilans dan Monitoring Brucellosis pada sapi dan kerbau. Direktorat Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta
Madkour MM. 1989. Brucellosis. Butterworths. London
Siregar EA. 2000. endekatan Epidemilogik Pengendalian brucellosis Untuk Meningkatkan Populasi Sapi di Indonesia. Bogor
Soejodono RR. 1999. Zoonosis. Laboratorium Kesmavet FKH-IPB. Bogor

PENAMPUNGAN SEMEN

Penyiapan Vagina Tiruan

1. Masukkan selongsong karet tipis (inner liner) ke dalam
selongsong ebonit. Lipat kedua ujung selongsong karet tipis ke
arah luar dan rekatkan pada batang selongsong ebonit. Ikat
pertautannya menggunakan karet pengikat.
2.Masukkan air hangat (55o - 60o C) ke dalam vagina tiruan melalui
lubang yang tersedia. Pastikan bahwa volume air sudah
mencapai setengah volume vagina tiruan. Tutup lubang air pada
vagina tiruan dengan rapat.
3.Pompakan udara ke dalam vagina tiruan melalui kaatup yang
tersedia sehingga selongsong karet tipis mengembang dan kedua
permukaannya bertemu satu sama lain.
4.Oleskan vaselin putih cair atau KY Jelly menggunakan batang
pengaduk sampai sepertiga panjang vagina tiruan.
5.Ukur temperatur vagina tiruan menggunakan thermometer.
Temperatur vagina tiruan harus mencapai 41o – 44o C pada saat
penis ternak jantan memasukinya. Jadi perhitungkan penurunan
suhu karena panas yang hilang akibat terserap oleh material
vagina tiruan dan lamanya waktu antara penyiapan vagina sampai
pelaksanaan penampungan.
6.Pasang corong karet pada ujung vagina tiruan yang tidak diberi
pelicin.
7.Pasang tabung penampung semen pada ujung corong karet.
Kuatkan pertautanya menggunakan pengikat karet.
8.Lindungi tabung penampung dari benturan dan terpaan cahaya
matahari dengan jalan membungkusnya menggunakan bahan
yang dapat menahaan benturan dan terpaan cahaya.
9.Vagina tiruan siap untuk digunakan

PEMILIHAN PEJANTAN

PEMILIHAN PEJANTAN


Ternak jantan yang akan dijadikan pejantan harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :


a. Umur


Umur ternak yang akan dijadikan sumber semen harus berumur sekurang
kurangnya 1,5 tahun, karena pada umumnya ternak jantan pada tingkat umur
tersebut sudah melewati masa dewasa kelamin (pubertas) dan secara
seksual mereka sudah mampu menhasilkan sperma yang mampu membuagi
sel telur. Umur ternak jantan pada beberapa jenis ternak yang cukup untuk
dijadikan pejantan dapat dilihat pada tabel berikut ini.


Tabel 1. Umur beberapa jenis ternak jantan yang baik untuk dijadikan
pejantan

1 Sapi umur 21 - 24 bulan
2 Domba / Kambing  umur12 - 15 bulan
3 Kerbau umur 24 - 30 bulan
4 Kelinci  umur 9
5 K u d a 21 - 24 bulan
6 Ayam  umur 8 - 10 bulan

Umur ternak jantan tersebut dapat diketahui berdasarkan catatan
kelahirannya. Apabila tidak ada catatan kelahiran dapat diduga berdasarkan
penampilan geligi-nya. Cara penentuan umur berdasarkan penampilan geligi
dapat dipelajari pada bidang ilmu tilik ternak.


b. Silsilah Keturunan


Silsilah keluarga atau silsilah keturunan ternak jantan yang akan dijadikan
sumber semen diusahakan dapat ditelusuri. Ternak tersebut akan lebih baik
kalau merupakan keturunan dari induk dan jantan yang unggul sehingga ia
memiliki potensi genetik yang unggul pula.



c. Kondisi Badan


Ternak jantan yang akan dijadikan bibit harus memiliki kondisi badan yang
normal, tidak memiliki cacat tubuh (terutama bagian kaki) - baik cacat
bawaan atau cacat setelah lahir. Ukuran-ukuran tubuhnya (bobot badan,
tinggi badan, panjang badan) harus di atas rata-rata ternak jantan yang lain
dan proporsional dalam arti hubungan antara tinggi dan bobot badan harus
seimbang.
Ternak tersebut tidak boleh mengidap penyakit, terutama penyakit reproduksi
menular. Ternak yang sehat ditunjukkan oleh sorot mata yang jernih, posisi
daun telinga normal, gerak-geriknya lincah tetapi bersahabat dan memiliki
respon/ refleks yang baik ketika disentuh, bulu-bulunya tersusun rapi dan
terlihat mengkilap.


d. Nafsu Seksual


Nafsu seksual atau libido merupakan parameter penting dalam pemilihan
calon pejantan dan libido tersebut memiliki kaitan yang erat dengan produksi
semen dan kesuburan. Selain itu, nafsu seksual akan berpengaruh terhadap
kemudahan kerja pada saat dilakukan penampungan semen. Waktu yang
diperlukan untuk penampungan semen juga dapat dipersingkat.
Ternak jantan harus memiliki nafsu seksual yang bagus, dalam arti ketika
ber-hadapan dengan ternak betina ia harus menunjukan nafsu yang
menggebu. Nafsu seksual juga ditunjukkan oleh kemampuan pejantan untuk
melakukan per-kawinan berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu. Cara
paling mudah untuk menguji nafsu seksual adalah mengukur waktu
reaksinya dengan jalan membiar-kan ternak tersebut mengawini ternak
betina lain setelah dikawinkan. Semakin pendek waktu antara dua
perkawinan yang berturut-turut, semakin baik nafsu seksual si jantan

INSEMINASI BUATAN (IB)




APAKAH INSEMENASI BUATAN ITU?

Iriserninasi Buatan ( disingkat IB) atau Kawin Buatan atau lebih dikenal di kalangan petani peternak dengan istilah “Kawin Suntik” adalah cara terbaru untuk mengawinkan hewan betina.
Sebagaimana diketahui bahwa proses kebuntingan/kelahiran seekor hewan betina didahului dengan proses bertemunya bibit jantan (spermatozoa) dengan sel telur betina ( ovum) yang selanjutnya menumbuhkan bakal anak. Dalam perkawinan secara alam, hewan jantan langsung menaiki sang betina dan menyemprotkan air maninya (yang mengandung sprematozoa) kedalam rahim betina. Dengan Inseminasi Buatan penyemprotan air mani ( semen) ini tidak dilaksanakan langsung oleh pejantannya akan tetapi dengan mempergunakan alat khusus.

1. Penampungan air mani (semen):
Sebelumnya sapi jantan yang telah terpilih dan khusus untuk di ambil semennya, dirangsang (teasing) dengan seekor sapi betina. Sapi jantan dibiarkan menaiki betina teaser, akan tetapi alat kelamin jantan (penis) ditahan jangan sampai masuk kealat kelamin betina (vagina). Sementara ini petugas telah menyiapkan alat penampung semen yang disebut vagina buatan (artificial vagina). Setelah jantannya cukup terangsang, pada saat yang tepat ( saat-saat penjantannya akan menyemprotkan air mani) alat kelamin penjantan dimasukkan dalam vagina buatan dan tertampunglah air mani yang mengandung jutaan spermatozoa.
2. Pengolahan semen beku (Frozen Semen):
Semen yang tertampung dalam vagina buatan segera dibawa kekamar pemeriksaan untuk diperiksa apakah semen dapat diterima dan diproses.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi:
- Keadaan warna ; dilihat secara macroscopis (dengan mata biasa); apakah terlihat seperti susu kental ( baik), agak jernih(sedang) atau bening dan ada kotoran (jelek).
- Volume ( banyaknya); yang dapat diterima minimum 3 cc.
- Motility (gerak gelombang) dan spermatozoa; dilihat dibawah microscope dengan warmer slide.

3. Pengenceran dan pembekuan:
Setelah pemeriksaan, semen dicairkan dengan bahan pengencer khusus (bahan pengecer terdiri dari : skin milk, glocose, glycerol, kuning telur, antibiotik dan aquadest). Pengenceran disesuaikan dengan konsentrasi Semen, sehingga dapat diperoleh setiap dosis 0,25 cc. Larutan mengandung sekitar 25.000.000 spermatozoa. Setiap cc. air mani mengandung sekitar 1.000.000 spermatozoa, sehingga rata-rata dapat diencerkan menjadi 40 dosis. Kalau setiap semprotan ( ejaculatie) pejantan banyaknya 6 cc; air mani, berarti dapat diolah menjadi 240 dosis yang dapat menginseminasi 240 ekor sapi betina. Setelah Semen dicairkan dengan dua tahap (primary diluent dan secondary diluent), setiap dosis (berisi 0,25 - 0,50 cc larutan) dimasukkan dalam straw-straw. Kemudian straw-straw yang telah berisi larutan Semen mi disusun diatas rak-rak dan dibekukan diatas permukaan liquid nitrogen (temperatur -120ยบ C) selama 9 menit. Setelah itu straw dimasukkan ke dalam tempat khusus (stroge container) berisi liquid nitrogen dengan tempratur -196°C. Untuk pengiriman ke daerah-daerah yang memerlukan, dipergunakan contrainer-contrainer yang lebih kecil (transport container). Semen yang telah dibekukan dan disimpan dalam container berisi liquid nitrogen ini dapat bertahan bertahun-tahun.

SENTRA INSEMINASI BUATAN LEMBANG.
Sejak tahun 1976, kebutuhan Semen Beku (frozen semen) untuk lB di Indonesia tidak perlu mengimport lagi. Di Lembang - Bandung teiah dibangun laboratorium yang memproduksi Semen Beku lengkap dengan peralatan-peralatan yang mutakhir. Di Sentra Inseminasi Buatan Lembang ini dipelihara pula beberapa ekor sapi pejantan unggul jenis Luar Negeri seperti sapi Simmental, Herford, Brahman, Limousin, Fries Holland disamping jenis-jenis yang cukup dikenal seperti sapi Ongole, Bali. Ratusan ribu dosis Semen Beku dan bermacam-macam jenis sapi ini diproduksi setiap tahun dan disebarkan ke seluruh daerah yang memerlukan.
KAPAN DAN BAGAIMANA INSEMINASI BUATAN DILAKSANAKAN.
Sebagaimana pada perkawinan secara alam, hewan betina hanya bersedia dikawini oleh penjantannya pada saat-saat tertentu yang disebut masa berahi. Pada saat itulah tersedia telur betina (ovum) yang telah masak yang siap ditunasi spermatozoa. Jangka waktu (siklus) setiap kali masa berahi untuk setiap jenis hewan berbeda-beda. Siklus masa berahi pada sapi antara 18 -24 hari atau rata-rata 21 hari. Perkawinan yang dilaksanakan diluar waktu masa berahi, tidak akan menghasilkan kebuntingan. Demikian pula pada pelaksanaan inseminasi buatan ; harus dilaksanakan pada saat hewan betina dalam masa berahi. Petani peternak harus benar-benar memperhatikan kapan ternaknya dalam keadaan masa berahi. Umumnya hewan betina akan mernperlihatkan tanda-tanda, bilamana masa berahinya tiba. Pada saat itulah lB dilaksanakan.
Cara melaksanakannya secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut: 
Pertama-tama sapi betina yang akan di lB disiapkan. Mungkin sapinya harus ditempatkan pada kandang khusus (kandang paksa), agar pada saat dipegang tidak dapat menghindar kekiri atau kekanan atau menendang. Alat kemaluan betina dibersihkan. Straw yang berisi Semen Beku dikeluarkan dan container dan sebentar direndam dalam mangkok berisi air, sehingga Semen menjadi cair kembali. Kemudian straw dimasukkan ke dalam alat penyemprot (Insemination gun atau pestolet). Ujung straw yang tertutup dipotong.
Sementara itu dengan tangan kiri dimasukkan dalam saluran kotoran sapi (anus). Bilamana kotorannya banyak, dikeluarkan lebih dahulu agar tangan dapat dengan bebas masuk hingga dapat meraba leher rahim (servix) dimana ujung alat penyemprot yang dengan tangan kanan di masukkan hati-hati ke lobang kemaluan sapi betina, akan memasuki rahim lewat leher rahim. Pada saat itulah Semen yang mengandung spermatozoa disemprotkan. Walaupun nampaknya sederhana sekali, akan tetapi untuk melaksanakannya harus dikerjakan oleh tenaga-tenaga yang telah terlatih dan berpengalaman.


TANDA-TANDA SAPI JANTAN YANG SEDANG BERAHI :
- Tidak tenang, gelisah dan suka menguak-nguak(melenguh-lenguh).
- Nafsu makan berkurang.
- Alat kemaluannya bengkak, merah dan mengeluarkan lendir bening tidak berwarna.
- Apabila digembalakan suka mengejar-ngejar, sapi-sapi betina yang lain dan berusaha menaikinya.

PATOKAN SAAT MENGAWINKAN SAPI.
- Tanda tanda berahi sapi diketahui sekitar jam 4.00 - 12.00 pagi hari, harus dikawinkan pada sekitar jam .12.00 - 18.00 hari itu juga.
- Tanda - tanda berahi diketahui sekitar jam 12.00 - 18.00 sore, harus dikawinkan selambat-lambatnya jam 10.00 pada pagi esok harinya.
-Tanda-tanda berahi diketahui sekitar jam 18.00 - 24.00 harus dikawinkan selambat-larnbatnya jam 10.00 pada pagi esok harinya.
-Khusus pada sapi jenis Ongole harus secepat mungkin dikawinkan setelah terlihat tanda-tanda berahi karena berahi pada sapi jenis Ongole sangat singkat, hanya sekitar 7 - 8 jam saja.